Selasa, 27 November 2012

Waktu


Waktu adalah salah satu karunia yang Allah berikan kepada manusia yang sangat bermanfaat. Waktu dapat menjadikan manusia sebagai hamba-Nya yang taat dan waktu dapat menjadikan manusia sebagai hamba-Nya yang kufur.
Sejatinya manusia dilahirkan secara “fitri” atau suci, semua manusia dilahirkan kedunia tanpa dosa yang mengiringinya, walaupun dilahirkan dari orangtua yang berprofesi sebagai penjahat sekalipun.
Allah SWT memberikan waktu (kesempatan) kepada kita untuk tumbuh dan berkembang sesuai apa yang kita inginkan. Namun dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara tentu ada larangan-larangan yang harus kita ikuti sebagai makhluk sosial. Misalnya dalam kehidupan beragama Allah SWT meminta kita untuk melaksanakan semua kewajiban dan menjauhi semua larangan-Nya. Sedangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya kita diatur oleh aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dilingkungan masyarakat.
Salah satu sifat penting waktu ialah tidak pernah kembali, pepatah mengatakan satu detik yang lalu adalah lama, karena tidak dapat kembali. Sedangkan satu tahun ataupun sepuluh tahun itu sebentar. Oleh sebab itu udah seharusnya kita menghargai waktu, karena jika lalai akan waktu akan menyebabkan penyesalan di kemudian hari.
Waktu erat kaitannya dengan bersyukur. Manusia yang bersyukur adalah manusia yang menghargai waktu. Sadar akan waktu dapat membuat kita selalu berusaha yang terbaik, tidak mensia-siakannya. Karena mensia-siakan waktu adalah bagian dari sifat setan.
Hal yang saya rasakan dalam mempelajari filsafat adalah saya dapat merasakan keagungan Allah SWT dan ciptaan-Nya dan bagaimana cara menghargai waktu. Filsafat membawa saya lebih mendalami lagi pemikiran-pemikiran pribadi, membandingkan dengan pemikiran orang lain dan menentukan formula terbaik untuk langkah sejauhnya.
Dunia ini sempit jika dibandingkan dengan pemikiran kita, yang saya alami sejauh ini adalah dimana pemikiran saya masih “liar diluar sana”. Tidak terfokus pada satu tujuan. Setelah mempelajari filsafat, pemikiran mentah yang ada pada diri dapat kita matangkan dengan cara berpikir lebih dalam lagi. Pemikiran lebih dalam menurut saya adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan hati. Mempertanyakan segala permasalahan kepada hati dan menjawab segala permasalahan dengan hati.
Diriwayatkan dari sahabat Anas, dari Nabi SAW, beliau menegaskan “Iman seorang hamba tak akan lurus sebelum hatinya lurus”. Dalam sebuah hadits disebutkan “ketahuilah, bahwa sesungguhnya dalam sebuah tubuh itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik, namun bila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar