Waktu
adalah salah satu karunia yang Allah berikan kepada manusia yang sangat
bermanfaat. Waktu dapat menjadikan manusia sebagai hamba-Nya yang taat dan
waktu dapat menjadikan manusia sebagai hamba-Nya yang kufur.
Sejatinya
manusia dilahirkan secara “fitri” atau suci, semua manusia dilahirkan kedunia
tanpa dosa yang mengiringinya, walaupun dilahirkan dari orangtua yang
berprofesi sebagai penjahat sekalipun.
Allah
SWT memberikan waktu (kesempatan) kepada kita untuk tumbuh dan berkembang
sesuai apa yang kita inginkan. Namun dalam kehidupan beragama, berbangsa dan
bernegara tentu ada larangan-larangan yang harus kita ikuti sebagai makhluk
sosial. Misalnya dalam kehidupan beragama Allah SWT meminta kita untuk
melaksanakan semua kewajiban dan menjauhi semua larangan-Nya. Sedangkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya kita diatur oleh aturan-aturan atau
norma-norma yang berlaku dilingkungan masyarakat.
Salah
satu sifat penting waktu ialah tidak pernah kembali, pepatah mengatakan satu
detik yang lalu adalah lama, karena tidak dapat kembali. Sedangkan satu tahun
ataupun sepuluh tahun itu sebentar. Oleh sebab itu udah seharusnya kita
menghargai waktu, karena jika lalai akan waktu akan menyebabkan penyesalan di
kemudian hari.
Waktu
erat kaitannya dengan bersyukur. Manusia yang bersyukur adalah manusia yang
menghargai waktu. Sadar akan waktu dapat membuat kita selalu berusaha yang
terbaik, tidak mensia-siakannya. Karena mensia-siakan waktu adalah bagian dari
sifat setan.
Hal
yang saya rasakan dalam mempelajari filsafat adalah saya dapat merasakan
keagungan Allah SWT dan ciptaan-Nya dan bagaimana cara menghargai waktu.
Filsafat membawa saya lebih mendalami lagi pemikiran-pemikiran pribadi,
membandingkan dengan pemikiran orang lain dan menentukan formula terbaik untuk
langkah sejauhnya.
Dunia
ini sempit jika dibandingkan dengan pemikiran kita, yang saya alami sejauh ini
adalah dimana pemikiran saya masih “liar diluar sana”. Tidak terfokus pada satu
tujuan. Setelah mempelajari filsafat, pemikiran mentah yang ada pada diri dapat
kita matangkan dengan cara berpikir lebih dalam lagi. Pemikiran lebih dalam
menurut saya adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan hati. Mempertanyakan
segala permasalahan kepada hati dan menjawab segala permasalahan dengan hati.
Diriwayatkan
dari sahabat Anas, dari Nabi SAW, beliau menegaskan “Iman seorang hamba tak akan lurus sebelum hatinya lurus”. Dalam
sebuah hadits disebutkan “ketahuilah,
bahwa sesungguhnya dalam sebuah tubuh itu ada segumpal daging. Jika ia baik,
maka seluruh tubuh menjadi baik, namun bila ia rusak maka rusaklah seluruh
tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar