Cara berpikir manusia terbagi menjadi dua macam, yaitu:
Analitik a Priori dan Sintetik a Posteriori. Analitik a Priori adalah cara
berpikir yang dilakukan sebelum melihat atau mengalami, sedangkan Sintetik a
Posteriori adalah cara berpikir yang dilakukan setelah melihat atau mengalami.
Kedua
cara ini memiliki kelebihan dan kekurangannya, cara berpikir Analitik a Priori
misalnya lebih mengandalkan pada kemampuan visualisasi seseorang dalam
mengimajinasikan sesuatu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan logika tanpa
harus merasakan atau mengalaminya terlebih dahulu. Cara berpikir ini dapat
melatih kita dalam meningkatkan kemampuan kognitif dalam memandang suatu
persoalan, namun kelemahannya yaitu apa yang dihasilkan tidak benar-benar valid
karena tidak mengalami kejadian secara langsung.
Sedangkan
Sintetik a Posteriori lebih mengandalkan pada pengalaman. Artinya apa yang
dihasilkan merupakan apa yang dia rasakan (merasakan langsung kejadian
tersebut). Kelemahannya yaitu kemampuan kognitifnya belum terasah secara
maksimal, karena banyak kejadian jika orang yang berpikir seperti ini cenderung
kurang bisa dalam memvisualisasikan apa yang dia rasakan kedalam bentuk
tulisan.
Sejatinya
kedua hal ini dapat diterapkan dalam hidup, asalkan manusianya mau untuk
melakukan. Jika kedua cara berpikir ini disatukan maka akan menghasilkan output
yang benar-benar bermanfaat bagi umat manusia. Logika dipadukan Pengalaman maka
akan menghasilkan suatu realita nyata dalam kehidupan. Nilai yang dihasilkan
merupakan ilmu (potensi) yang dapat menjadikan manusia lebih baik dalam
menjalani kehidupannya.
Lalu,
dimanakah filsafat itu berada? Jika dilihat dari definisi yang saya ambil dalam
Wikipedia yang menyatakan bahwa “filsafat
adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan
melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu”. Maka saya
golongkan filsafat itu termasuk kedalam cara berpikir Analitik a Priori.
Dr.
Marsigit mengatakan kita tidak perlu sampai mengalami semua kejadian dalam
hidup untuk memahami kehidupan itu sendiri. Dicontohan dengan “takut tidaknya
kita terhadap Singa”. Kita tidak perlu merasakan bagaimana rasanya menghadapi Singa,
kita hanya perlu memvisualisasikan apa rasanya jika kita menghadapi Singa
dengan pendekatan-pendekatan logika. Itulah filsafat. Namun jika ada orang yang
secara nyata berani menghadapi Singa, maka orang tersebut secara filsafat
merupakan orang terkuat.
Menurut
saya apa yang kita lakukan dalam hidup adalah beribadah, artinya melakukan
semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala yang kita lakukan
dalam hidup akan dicatat oleh malaikat guna dipertanggungjawabkan di akhirat
kelak. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa benar-tidaknya
kehidupan kita ditentukan oleh perbuatan, tindakan nyata, bukan pemikiran.
Dijelaskan dalam ajaran agama Islam bahwa: jika seseorang perkataanya
(pemikiran) tidak sejalan dengan perbuatannya maka orang tersebut termasuk
kedalam orang-orang yang munafik, dan tempat orang-orang munafik adalah neraka.
Sedangkan
jika seseorang perbuatannya mencerminkan perkataan (pemikiran), maka orang
tersebut termasuk kedalam golongan orang-orang yang amanah, dan tempat orang-orang
yang amanah adalah surga.
Terkadang hari ini kita berbicara ini, kemudian ke depan berbicara itu, terkadang berbuat ini dan besok berbuat itu. Sangat sulit mengatur diri sendiri, bahkan kita terkadang berbuat diluar realitas yang sudah kita rencanakan.
BalasHapus