Selasa, 27 November 2012

Analitik a Priori dan Sintetik a Posteriori


            Cara berpikir manusia terbagi menjadi dua macam, yaitu: Analitik a Priori dan Sintetik a Posteriori. Analitik a Priori adalah cara berpikir yang dilakukan sebelum melihat atau mengalami, sedangkan Sintetik a Posteriori adalah cara berpikir yang dilakukan setelah melihat atau mengalami.
Kedua cara ini memiliki kelebihan dan kekurangannya, cara berpikir Analitik a Priori misalnya lebih mengandalkan pada kemampuan visualisasi seseorang dalam mengimajinasikan sesuatu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan logika tanpa harus merasakan atau mengalaminya terlebih dahulu. Cara berpikir ini dapat melatih kita dalam meningkatkan kemampuan kognitif dalam memandang suatu persoalan, namun kelemahannya yaitu apa yang dihasilkan tidak benar-benar valid karena tidak mengalami kejadian secara langsung.
Sedangkan Sintetik a Posteriori lebih mengandalkan pada pengalaman. Artinya apa yang dihasilkan merupakan apa yang dia rasakan (merasakan langsung kejadian tersebut). Kelemahannya yaitu kemampuan kognitifnya belum terasah secara maksimal, karena banyak kejadian jika orang yang berpikir seperti ini cenderung kurang bisa dalam memvisualisasikan apa yang dia rasakan kedalam bentuk tulisan.
Sejatinya kedua hal ini dapat diterapkan dalam hidup, asalkan manusianya mau untuk melakukan. Jika kedua cara berpikir ini disatukan maka akan menghasilkan output yang benar-benar bermanfaat bagi umat manusia. Logika dipadukan Pengalaman maka akan menghasilkan suatu realita nyata dalam kehidupan. Nilai yang dihasilkan merupakan ilmu (potensi) yang dapat menjadikan manusia lebih baik dalam menjalani kehidupannya.
Lalu, dimanakah filsafat itu berada? Jika dilihat dari definisi yang saya ambil dalam Wikipedia yang menyatakan bahwa “filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu”. Maka saya golongkan filsafat itu termasuk kedalam cara berpikir Analitik a Priori.
Dr. Marsigit mengatakan kita tidak perlu sampai mengalami semua kejadian dalam hidup untuk memahami kehidupan itu sendiri. Dicontohan dengan “takut tidaknya kita terhadap Singa”. Kita tidak perlu merasakan bagaimana rasanya menghadapi Singa, kita hanya perlu memvisualisasikan apa rasanya jika kita menghadapi Singa dengan pendekatan-pendekatan logika. Itulah filsafat. Namun jika ada orang yang secara nyata berani menghadapi Singa, maka orang tersebut secara filsafat merupakan orang terkuat.
Menurut saya apa yang kita lakukan dalam hidup adalah beribadah, artinya melakukan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala yang kita lakukan dalam hidup akan dicatat oleh malaikat guna dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa benar-tidaknya kehidupan kita ditentukan oleh perbuatan, tindakan nyata, bukan pemikiran. Dijelaskan dalam ajaran agama Islam bahwa: jika seseorang perkataanya (pemikiran) tidak sejalan dengan perbuatannya maka orang tersebut termasuk kedalam orang-orang yang munafik, dan tempat orang-orang munafik adalah neraka.
Sedangkan jika seseorang perbuatannya mencerminkan perkataan (pemikiran), maka orang tersebut termasuk kedalam golongan orang-orang yang amanah, dan tempat orang-orang yang amanah adalah surga.

1 komentar:

  1. Terkadang hari ini kita berbicara ini, kemudian ke depan berbicara itu, terkadang berbuat ini dan besok berbuat itu. Sangat sulit mengatur diri sendiri, bahkan kita terkadang berbuat diluar realitas yang sudah kita rencanakan.

    BalasHapus