Selasa, 13 November 2012

Filsafat dan perkembangannya


  1. Definisi Filsafat
Filsafat merupakan suatu olah pikir yang dilakukan oleh manusia. Filsafat juga berarti perjalanan menuju suatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Dr. Marsigit mengatakan “Ilmu pengetahuan itu bermula dari suatu pertanyaan”. Karena dari pertanyaan inilah kita memulai menyusun kerangka-kerangka berpikir untuk memecahkan suatu permasalahan.
Filsafat sendiri diambil dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri dari kata philia (persahabatan, cinta, dsb) dan sophia (kebijaksanaan). Sehingga arti harfiahnya adalah seseorang pecinta kebijaksanaan. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang memdalami ilmu filsafat disebut “Filsuf”.

  1. Sejarah Filsafat
Filsafat tumbuh dan berkembang kira-kira abad ke 7 S.M di Yunani. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada (Agama) lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Sejarah filsafat tebagi menjadi 5 zaman, yaitu zaman klasik, zaman keemasan, zaman pertengahan, zaman modern, dan zaman kontemporer.
Zaman klasik sering disebut sebagai zaman “Pra Sokrates”, adapun tokoh-tokohnya yaitu: Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, Xenophanes, Parminedes, Zeno, Herakleitos, Empedocles, Democritus, Anaxagoras.
Zaman keemasan adalah puncak dari berkembangkan ilmu filsafat, dimana tokohnya yaitu Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Zaman Abad Pertengahan sering disebut sebagai zaman “Skolastik” dimana tokohnya yaitu Thomas Aquino.
Zaman modern adalah zaman dimana pengaruh keagamaan mulai berkurang dalam perkembangan filsafat. Pada zaman ini para filsuf bebas mengungkapkan pemikirannya tanpa tekanan dari penganut suatu aliran agama. Tokoh-tokoh pada zaman ini adalah Giordano Bruno, Francis Bacon, Rene Descartes, George Berkeley, George Hegel, Immanuel Kant, Karl Marx, dll.
Zaman Kontemporer, beberapa tokohnya yaitu Jean Baudrillard, Michel Foucault, Martin Heidegger, Karl Popper, Bertrand Russell, Jean Paul Sartre, dll.
Menurut wilayah, filsafat terbagi menjadi: Filsafat Barat, Filsafat Timur, Filsafat Timur Tengah. Sementara menurut agama filsafat dibagi menjadi: Filsafat Islam, Filsafat Budha, Filsafat Hindu, dan Filsafat Kristen.

  1. Filsafat berdasarkan Wilayah.
  1. Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

  1. Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.
Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

  1. Filsafat Timur Tengah
Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka.
Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa.
Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes.

  1. Filsafat Berdasarkan Agama.
  1. Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

  1. Filsafat Kristen
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya.
Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.

  1. Filsafat Hindu
            Filsafat (zaman kuno) di India (”anviski” atau ”darsana” = sistem) itu sedikit berlainan artinya dibandingkan filsafat Barat modern. Lebih menyerupai ”ngelmu” daripada ”ilmu”, lebih mendekati arti kata phisolophia yang semula, lebih merupakan jaran hidup yang bertujuan memaparkan bagaimana orang dapat mencapai kebahagiaan yang kekal. Berbeda dengan sikap orang Yunani (yang pada umumnya dapat dikatakan: obyektif, rasional teknis) maka sikap orang India lebih subyektif, lebih mementingkan perasaan, penuh dengan rasa kesatuan dengan alam dunia yang mengelilinginya dan dengan hati terbuka bagi Realitas Ajaib yang mengatasi segala-galanya dan yang harus dihormati dengan korban-korban dan upacara-upacara. Perhatian terhadap manusia juga lain: tidaklah manusia dipandang sebagai terikat oleh dunia kebndaan dari mana ia harus membebaskan diri untuk mencapai kebahagiaan. Alam pikiran India boleh dikatakan: ”magis religius” dan dalam suasana ini filsafat berkembang, tidaklah sebagai suatu ilmu tersendiri melainkan sebagai suatu faktor penting dalam usaha pembebasan diri (liberation) itu.
            Suatu hal lain yang juga sangat penting ialah: bahwa pendapat-pendapat religius itu telah lama ditulis. (Weda), buku-buku mana selalu merupakan pangkalan dan dasar daripada renungan-renungan yang berupa tafsiran-tafsiran dan keterangan-keterangan.
            Jadi buku ini dan tafsiran-tafsirannya sebetulnya merupakan uraian kegamaan, tetapi dalam uraian-uraian itu terdapat unsur-unsur filsafat (tentang sifat-sifat) singkatnya: ”insight” yang sungguh-sungguh membawa manusia ke pembebasan.
            Maka sifat-sifat khusus yang membedakan filsafat India dari filsafat Yunani adalah sebagai berikut:
1.             Suasana dan bakat orang India yang berlainan dengan bakat orang Yunani (seperti misalnya ternyata dalam bahasa mereka).
2.             Seluruh pengetahuan dan filsafat diabdikan kepada usaha-usaha pembebasan dan penebusan itu.
3.             Berpangkal pada buku-buku kuno (Weda) yang kekuasaanyan tidak dapat diganggu-gugat, hanya dapat ditafsirkan dan diterangkan lebih lanjut.
4.             Perumusan-perumusan umumnya kurang tajam, tidak tegas membeda-bedakan antara misalnya: sifat-sifat diri: konkrit-abstrak, hidup-tidak hidup, kesatuan persamaan, sebab-alasan. Hal ini mengakibatkan seluruh filsafat India mendapatkan sifat samar yang mempersulit pemecahan besar. Karena pengaruh maha-besar dari tulisan-tulisan kuno itu, maka sistem-sistem filsafat sering sukar juga untuk mengikuti jalan pikiran dan mencapai sintesis.
5.             Berkaitan dengan perrnyataan di atas terlihat juga kekuatan asimilasi yang sangat besar, hingga unsur-unsur yang bertentangan satu sama lain dimasukkan dalam satu sistem: ”syncretisme”.
6.             Dalam semua sistem ditemukan sejumlah pengertian yang tidak timbul dari pandangan filsafat, melainkan yang merupakan warisan dari zaman kuno dan yang memegang peranan penting dalam semua sistem-sistem itu (kecuali dalam carvaka), misalnya: karena dengan kelahiran kembali, mukti, Samsara, Atman dan Brahmana. Demikian pula prinsip-prinsip etika (menguasai diri, hormat terhadap hidup, dan sebagainya).
Inilah yang memberikan corak kesatuan kepada semua aliran-aliran dan sistem-sistem walaupun berbeda-beda satu sama lain.

  1. Filsafat Budha
Yang menjadi pusat perhatian dalam filsafat Tionghoa (Chu tzu, atau: Hsuan-Huseh, atau:tao-hseh) yaitu kelakuan manusia, sikapnya terhadap dunia yang mengelilinginya dan sesama manusianya.
            Filsafat Barat menanyakan hubungan sebab-akibat, mencari mengapa dan bagaimana obyek yang diselidiki secara obyektif. Berlainan dengan filsafat Tionghoa: bagi filsuf-filsuf Tionghoa manusia dan dunia merupakan satu kesatuan, satu ”kosmos”, kesatuan yang mana tidak boleh diganggu oleh perbuatan-perbuatan manusia yang tidak selayaknya. Hanya jika tata dan kesatuan yang ada itu tetap terpelihara, semua akan selamat. Maka yang ditinjau oleh filsuf-filsuf Tionghoa ialah: bagaimanakah sikap orang terhadap dunia, terhadap sesama manusia dan terhadap ”Surga” agar manusia tetap dalam hubungan yang harmonis dalam dunia, manusia dan ”Surga”. Itulah yang mereka lebih titik beratkan ”What man is (= his moral qualities) daripada ”What he has (= his intellectual capacities). Pengetahuan tidaklah dikejar ”asal mengetahui saja” melainkan untuk diterapkan pada kelakuan manusia. Cita-cita mereka tidak lain menjadi ”the inner Sage” artinya orang yang telah membentuk kebajikan dalam dirinya sendiri yang ”bijaksana” betul-betul maka yang dititik beratkan ialah:
Ø  Etika, bukanlah Logika atau Metafisika.
Ø  Sistem-sistem filasafat dalam arti normal hampir-hampir tidak ada, akan tetapi ini tidak berarti bahwa de facto tidak ada sistem-sistem dalam arti ”organic unity of ideas” (seperti halnya pada Socrates dan juga Plato).
Ø  Walaupun terlihat dalam filsafat Tionghoa hampir tidak ada kemajuan dan perkembangan akan tetapi para ”penafsir” juga mengemukakan buah-buah pikirannya sendiri, yang sejak dahulu masih terkandung dalam sistem-sistem lama berupa ”benih”, lama kelamaan menjadi lebih terlihat.

  1. Aliran-Aliran Dalam Filsafat
  1. Rasionalisme
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).  Dalam bukuDiscourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis.  Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”.  Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”.  Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.  Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.  Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.  Mengapa kebenaran itu pasti?  Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah”, “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.  Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).  Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.  Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).

  1. Empirisme
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama.  Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku” tidak lain hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)”.

  1. Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.

  1. Kritisme
Aliran kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.  Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.  Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.  Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia.  Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”.  Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia.  Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita.  Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.   

  1. Realisme
Realisme merupakan aliran kesusastraan (dan seni pada umumnya) yang melukiskan keadaan atau kenyataan secara sesungguhnya. Para tokoh aliran ini berpendapat bahwa tujuan seni adalah untuk menggambarkan kehidupan dengan kejujuran yang sempurna dan objektif. Oleh karena itu, realisme menuntut penggambaran yang teliti, seperti cermin yang memantulkan realitas objektif di depan audiens, penikmat, dan pembaca.
HB Jassin pernah menjelaskan bahwa dalam realisme digambarkan keadaan seperti yang sebenarnya, seperti yang dilihat oleh mata.

Realisme muncul pada abad ke-18, tetapi baru berkembang pada seabad kemudian dan awal abad ke-20. Gustave Flaubert (1821-1889) dianggap sebagai tokoh realisme terbesar dari Prancis. Oleh karena itu, kaum realis mengiyakan pendapatnya bahwa roman itu harus seperti ilmu hayat.

  1. Pragmatisme
Abad ke-19 menghasilkan tokoh-tokoh pemikir, di antaranya ialah Karl Marx (1818-1883) di kontinen Eropa dan William James (1842-1910) di kontinen Amerika. Kedua pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx, yang terpengaruh positivisme, melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis, melahirkan pragmatisme. Baik sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya kemanusiaan dapat menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi.
Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things done. Menjadikan sesuatu dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James berpendapat bahwa kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi manusialah yang menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is useful. Karena kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering dikritik sebagai filsafat yang mendukung bisnis dan politik.Amerika. Dengan adanya pragmatisme tidak ada sosialisme di Amerika. (ada memang Partai Komunis Amerika dan toko-toko buku Marxisme. Tetapi, baik sosialisme maupun komunisme tidak pernah diperhitungkan dalam dunia politik). Kaum buruh Amerika juga menjadi pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan. Hampir-hampir tidak ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New Left pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.

  1. Pembahasan
            Jika yang akan dijelaskan sesuai apa yang telah diberikan dalam perkuliahan, yaitu kita di imajinasikan berada dilautan samudera, dan bagaimana cara kita sampai pada tujuan utama dengan filsafat. Mencapai pemikiran filsuf-filsuf Yunani agar benar-benar memahami arti sebuah kehidupan maka dengan berat hati saya mengatakan itu tidak perlu. Kenapa? Karena Iman dan Ilmu yang ingin saya pelajari mengenai kehidupan bukan berkiblat kepada mereka.
            Siapa Socrates? Siapa Plato? Siapa Aristoteles? Itu bukan acuan saya dalam menjalani hidup. Tindakan saya, perilaku saya dalam kehidupan hanya berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad SAW melaui Al-qur’an dan Haditsnya. Beliau adalah suri tauladan yang harus dicontoh oleh setiap manusia. Perkataannya sesuai dengan perbuatan. Apa yang dilakukan beliau adalah ibadah, setiap tarikan nafas-Nya adalah ibadah. Beliau mengajarkan bagaimana semestinya menjadi pemimpin yang amanah dan manusia yang bersahaja dalam kehidupan sehari-harinya.
Bagi saya tidak perlu sampai pada pemikiran Socrates atau Plato dalam memahami kehidupan, cukup sampai Nabi Muhammad SAW sebenar-benarnya kita dapat mengerti kehidupan. Imam Ali-semoga Allah memuliakannya- pernah mengatakan,
“Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, paling lapang dada, paling jujur dalam ucapan, paling konsisten ketika berjanji, paling lembut perangainya. Siapa yang bergaul dengannya akan mencintainya, lantas hatinya akan mengatakan, ‘sebelumnya aku tidak pernah melihat orang seperti ini, begitu pula setelahnya’. Dan apapun yang dimintakan kepadanya, diberinya.”
Imam Musbikin (2007) dalam bukunya Rahasia Shalat, menyatakan bahwa Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa, baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi. “Dialah pangkal mulia, sumber bangga kita didunia. Dia tidur diatas tikar kasar. Sedang ummatnya mengguncang tahta Kisra. Inilah pemimpin bermalam-malam terjaga. Sedang umatnya tidur di ranjang raja-raja. Di Gua Hira’ ia bermalam. Sehingga tegak bangsa, hokum, dan Negara. Kala shalat, pelupuknya tergenang air mata. Di medang perang, pedangnya bersimpah darah. Dibukanya pintu dunia dengan kunci agama. Duhai, belum pernah insan melahirkan putera semacam dia.”
Sebagaimana dijelaskan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang Allah SWT berikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dan Hadits adalah setiap pebuatan dan perkataan beliau yang harus dilakukan oleh manusia.
Dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits, kita pasti akan berhasil dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Karena dalam Al-qur’an dan Hadits terdapat segala hal yang diperlukan oleh manusia, baik itu ilmu pengetahuan maupun nilai-nilai kehidupan.

  1. Penutup
Dalam dunia nyata, kepribadian dan tingkah laku adalah dasar-dasar yang dijadikan acuan dalam hidup bermasyarakat. Masyarakat menilai kita dari moral dan spiritualnya, bukan dari pemikirannya saja. Tindakan nyata saat ini jauh lebih berharga daripada kata-kata. Masyarakat telah bosan dengan retorika, mereka membutuhkan bukti kongkrit. Jika kita terus berpikir, kapan mau geraknya?
Mempelajari filsafat memang tidak ada salahnya, justru memperluas pandangan kita tentang kehidupan, namun jika dikaitkan dengan mempelajari filsafat Yunani atau lainya relasi dengan kehidupan nyata kita apa? toh saat ini setiap individu telah berpegang teguh terhadap suatu pemahaman atau ajaran masing-masing. Berfilsafat sesaui zaman kuno (Pra Socrates atau zaman keemasan) menurut saya terlalu jauh. Ilmu telah jauh berkembang, kebudayaan manusia pun telah maju pesat tidak seperti zaman mereka lagi. Nilai-nilai kehidupan telah berubah. Tidak semua pemikiran filsuf-filsuf besar Yunani benar bagi kita.
Yang perlu kita pelajari adalah filsafat Agama, karena dengan iman kita dapat terhindar dari hal-hal yang kurang baik, dan akan selalu melakukan sesuatu sesuai perintah Allah SWT.  Karena Firman Allah adalah kewajiban yang harus kita laksanakan dan bersifat tetap.
Manusia boleh memikirkan apapun, karena itu adalah hak tetapi dalam hidup di dunia nyata perbuatanlah yang menentukan keberhasilan manusia. Manusia dengan berpikiran baik jika tidak dijalankan dengan perbuatan hasilnya percuma, hanya mengajarkan suatu kemunafikan.
Bergeraklah, lakukanlah sesuatu yang bermanfaat, jangan hanya hidup dalam dunia ide-ide atau gagasan. Hidup itu untuk dijalani, bukan dipikir, jika salah segera perbaiki, dan jikabenar tetaplah hati-hati karena kebenaran yang mutlak hanya milik Allah SWT.
Tulisan saya bukan mencerminkan anti-filsafat, tetapi saya memandang kehidupan ini dari dunia nyata, dimana melakukan suatu tindakan nyata jauh lebih penting daripada kitanhidup dalam pemikiran, dalam ide-ide atau gagasan tanpa ada tindak nyatanya.
Hal inilah yang menjadikan dasar kenapa BUKAN Socrates atau Plato atau Aristoteles ataupun Immanuel Kant yang menjadi orang yang paling berpengaruh di dunia, melainkan Nabi Muhammad SAW lah yang MENJADI orang yang paling berpengaruh di dunia, karena selama hidupnya beliau salalu amanah dimana perbuatannya sesuai perkataannya.
Berperilakulah seperti Nabi Muhammad dan Berpikirlah seperti Nabi Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar