- Definisi Filsafat
Filsafat
merupakan suatu olah pikir yang dilakukan oleh manusia. Filsafat juga berarti
perjalanan menuju suatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak
tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan
segala hal.
Dr.
Marsigit mengatakan “Ilmu pengetahuan itu bermula dari suatu pertanyaan”.
Karena dari pertanyaan inilah kita memulai menyusun kerangka-kerangka berpikir
untuk memecahkan suatu permasalahan.
Filsafat
sendiri diambil dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri dari kata
philia (persahabatan, cinta, dsb) dan sophia (kebijaksanaan). Sehingga arti
harfiahnya adalah seseorang pecinta kebijaksanaan. Dalam bahasa Indonesia
seseorang yang memdalami ilmu filsafat disebut “Filsuf”.
- Sejarah Filsafat
Filsafat
tumbuh dan berkembang kira-kira abad ke 7 S.M di Yunani. Filsafat muncul ketika
orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada (Agama) lagi
untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Sejarah filsafat
tebagi menjadi 5 zaman, yaitu zaman klasik, zaman keemasan, zaman pertengahan,
zaman modern, dan zaman kontemporer.
Zaman
klasik sering disebut sebagai zaman “Pra Sokrates”, adapun tokoh-tokohnya yaitu:
Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, Xenophanes, Parminedes, Zeno,
Herakleitos, Empedocles, Democritus, Anaxagoras.
Zaman
keemasan adalah puncak dari berkembangkan ilmu filsafat, dimana tokohnya yaitu
Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan
Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah
filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini
menunjukan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Zaman
Abad Pertengahan sering disebut sebagai zaman “Skolastik” dimana tokohnya yaitu
Thomas Aquino.
Zaman
modern adalah zaman dimana pengaruh keagamaan mulai berkurang dalam
perkembangan filsafat. Pada zaman ini para filsuf bebas mengungkapkan
pemikirannya tanpa tekanan dari penganut suatu aliran agama. Tokoh-tokoh pada
zaman ini adalah Giordano Bruno, Francis Bacon, Rene Descartes, George
Berkeley, George Hegel, Immanuel Kant, Karl Marx, dll.
Zaman
Kontemporer, beberapa tokohnya yaitu Jean Baudrillard, Michel Foucault, Martin
Heidegger, Karl Popper, Bertrand Russell, Jean Paul Sartre, dll.
Menurut
wilayah, filsafat terbagi menjadi: Filsafat Barat, Filsafat Timur, Filsafat
Timur Tengah. Sementara menurut agama filsafat dibagi menjadi: Filsafat Islam,
Filsafat Budha, Filsafat Hindu, dan Filsafat Kristen.
- Filsafat
berdasarkan Wilayah.
- Filsafat
Barat
Filsafat
Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di
universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini
berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno.
Tokoh
utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes,
Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich
Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
- Filsafat
Timur
Filsafat
Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di
India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi
budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat
dengan agama.
Nama-nama
beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma,
Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
- Filsafat
Timur Tengah
Filsafat
Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan
juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur
Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan
juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut
Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka.
Lalu
mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani.
Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad
Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah
ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari
lagi oleh orang-orang Eropa.
Nama-nama
beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan
Averroes.
- Filsafat
Berdasarkan Agama.
- Filsafat
Islam
Filsafat
Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah
perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani
terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran
Islam.
Kedua,
Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari
Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan
berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan
perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui,
pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.
- Filsafat
Kristen
Filsafat
Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman
di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam
zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan
agamanya.
Filsafat
Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir
semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh:
Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.
- Filsafat
Hindu
Filsafat (zaman kuno) di India
(”anviski” atau ”darsana” = sistem) itu sedikit berlainan artinya dibandingkan
filsafat Barat modern. Lebih menyerupai ”ngelmu” daripada ”ilmu”, lebih
mendekati arti kata phisolophia yang semula, lebih merupakan jaran hidup yang
bertujuan memaparkan bagaimana orang dapat mencapai kebahagiaan yang kekal.
Berbeda dengan sikap orang Yunani (yang pada umumnya dapat dikatakan: obyektif,
rasional teknis) maka sikap orang India lebih subyektif, lebih mementingkan
perasaan, penuh dengan rasa kesatuan dengan alam dunia yang mengelilinginya dan
dengan hati terbuka bagi Realitas Ajaib yang mengatasi segala-galanya dan yang
harus dihormati dengan korban-korban dan upacara-upacara. Perhatian terhadap
manusia juga lain: tidaklah manusia dipandang sebagai terikat oleh dunia
kebndaan dari mana ia harus membebaskan diri untuk mencapai kebahagiaan. Alam
pikiran India boleh dikatakan: ”magis religius” dan dalam suasana ini filsafat
berkembang, tidaklah sebagai suatu ilmu tersendiri melainkan sebagai suatu
faktor penting dalam usaha pembebasan diri (liberation) itu.
Suatu hal lain yang juga sangat
penting ialah: bahwa pendapat-pendapat religius itu telah lama ditulis. (Weda),
buku-buku mana selalu merupakan pangkalan dan dasar daripada renungan-renungan
yang berupa tafsiran-tafsiran dan keterangan-keterangan.
Jadi buku ini dan
tafsiran-tafsirannya sebetulnya merupakan uraian kegamaan, tetapi dalam
uraian-uraian itu terdapat unsur-unsur filsafat (tentang sifat-sifat)
singkatnya: ”insight” yang sungguh-sungguh membawa manusia ke pembebasan.
Maka sifat-sifat khusus yang
membedakan filsafat India dari filsafat Yunani adalah sebagai berikut:
1.
Suasana dan bakat orang India yang
berlainan dengan bakat orang Yunani (seperti misalnya ternyata dalam bahasa
mereka).
2.
Seluruh pengetahuan dan filsafat
diabdikan kepada usaha-usaha pembebasan dan penebusan itu.
3.
Berpangkal pada buku-buku kuno (Weda)
yang kekuasaanyan tidak dapat diganggu-gugat, hanya dapat ditafsirkan dan
diterangkan lebih lanjut.
4.
Perumusan-perumusan umumnya kurang
tajam, tidak tegas membeda-bedakan antara misalnya: sifat-sifat diri:
konkrit-abstrak, hidup-tidak hidup, kesatuan persamaan, sebab-alasan. Hal ini
mengakibatkan seluruh filsafat India mendapatkan sifat samar yang mempersulit
pemecahan besar. Karena pengaruh maha-besar dari tulisan-tulisan kuno itu, maka
sistem-sistem filsafat sering sukar juga untuk mengikuti jalan pikiran dan
mencapai sintesis.
5.
Berkaitan dengan perrnyataan di atas
terlihat juga kekuatan asimilasi yang sangat besar, hingga unsur-unsur yang
bertentangan satu sama lain dimasukkan dalam satu sistem: ”syncretisme”.
6.
Dalam semua sistem ditemukan sejumlah
pengertian yang tidak timbul dari pandangan filsafat, melainkan yang merupakan
warisan dari zaman kuno dan yang memegang peranan penting dalam semua
sistem-sistem itu (kecuali dalam carvaka), misalnya: karena dengan kelahiran
kembali, mukti, Samsara, Atman dan Brahmana. Demikian pula prinsip-prinsip
etika (menguasai diri, hormat terhadap hidup, dan sebagainya).
Inilah yang
memberikan corak kesatuan kepada semua aliran-aliran dan sistem-sistem walaupun
berbeda-beda satu sama lain.
- Filsafat
Budha
Yang
menjadi pusat perhatian dalam filsafat Tionghoa (Chu tzu, atau: Hsuan-Huseh,
atau:tao-hseh) yaitu kelakuan manusia, sikapnya terhadap dunia yang
mengelilinginya dan sesama manusianya.
Filsafat Barat menanyakan hubungan
sebab-akibat, mencari mengapa dan bagaimana obyek yang diselidiki secara
obyektif. Berlainan dengan filsafat Tionghoa: bagi filsuf-filsuf Tionghoa
manusia dan dunia merupakan satu kesatuan, satu ”kosmos”, kesatuan yang mana
tidak boleh diganggu oleh perbuatan-perbuatan manusia yang tidak selayaknya.
Hanya jika tata dan kesatuan yang ada itu tetap terpelihara, semua akan
selamat. Maka yang ditinjau oleh filsuf-filsuf Tionghoa ialah: bagaimanakah
sikap orang terhadap dunia, terhadap sesama manusia dan terhadap ”Surga” agar
manusia tetap dalam hubungan yang harmonis dalam dunia, manusia dan ”Surga”.
Itulah yang mereka lebih titik beratkan ”What man is (= his moral qualities)
daripada ”What he has (= his intellectual capacities). Pengetahuan tidaklah
dikejar ”asal mengetahui saja” melainkan untuk diterapkan pada kelakuan
manusia. Cita-cita mereka tidak lain menjadi ”the inner Sage” artinya orang
yang telah membentuk kebajikan dalam dirinya sendiri yang ”bijaksana” betul-betul
maka yang dititik beratkan ialah:
Ø Etika,
bukanlah Logika atau Metafisika.
Ø Sistem-sistem
filasafat dalam arti normal hampir-hampir tidak ada, akan tetapi ini tidak
berarti bahwa de facto tidak ada sistem-sistem dalam arti ”organic unity of
ideas” (seperti halnya pada Socrates dan juga Plato).
Ø Walaupun
terlihat dalam filsafat Tionghoa hampir tidak ada kemajuan dan perkembangan
akan tetapi para ”penafsir” juga mengemukakan buah-buah pikirannya sendiri,
yang sejak dahulu masih terkandung dalam sistem-sistem lama berupa ”benih”,
lama kelamaan menjadi lebih terlihat.
- Aliran-Aliran
Dalam Filsafat
- Rasionalisme
Aliran
rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam bukuDiscourse de la Methode tahun 1637
ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua
pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian
kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi
dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak
dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”.
Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari
bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan
lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo
sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.
Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan
terpilah-pilah”, “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang
jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam
menentukan kebenaran.
Descartes
menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir,
yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa,
“extention”) atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya
sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu). Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak
mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan
dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari
Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga.
Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas
pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang
hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang,
dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat,
bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena
dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer
yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).
- Empirisme
Aliran
empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.
Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia),
maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu
pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Dua
hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima
substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang
selalu ada bersama-sama. Dari kesan
muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah
ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan,
tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi
tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di
dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa
muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku” tidak lain
hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)”.
- Idealisme
Tokoh
aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca
indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia
idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea.
Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran,
yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan
idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari
dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea
adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya
sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea
digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam
dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato
yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan
yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing
dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan
kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya
berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof,
perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling
atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan
serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan,
serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
- Kritisme
Aliran
kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas
dua pendekatan yang bertentangan ini.
Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah
separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor
yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia
yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak
mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das Ding an sich”),
namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang
memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah
ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan
indera kita. Ruang dan waktu adalah cara
pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua
adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian
Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis,
dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
- Realisme
Realisme
merupakan aliran kesusastraan (dan seni pada umumnya) yang melukiskan keadaan
atau kenyataan secara sesungguhnya. Para tokoh aliran ini berpendapat bahwa
tujuan seni adalah untuk menggambarkan kehidupan dengan kejujuran yang sempurna
dan objektif. Oleh karena itu, realisme menuntut penggambaran yang teliti,
seperti cermin yang memantulkan realitas objektif di depan audiens, penikmat,
dan pembaca.
HB
Jassin pernah menjelaskan bahwa dalam realisme digambarkan keadaan seperti yang
sebenarnya, seperti yang dilihat oleh mata.
Realisme
muncul pada abad ke-18, tetapi baru berkembang pada seabad kemudian dan awal
abad ke-20. Gustave Flaubert (1821-1889) dianggap sebagai tokoh realisme
terbesar dari Prancis. Oleh karena itu, kaum realis mengiyakan pendapatnya
bahwa roman itu harus seperti ilmu hayat.
- Pragmatisme
Abad
ke-19 menghasilkan tokoh-tokoh pemikir, di antaranya ialah Karl Marx
(1818-1883) di kontinen Eropa dan William James (1842-1910) di kontinen
Amerika. Kedua pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx, yang
terpengaruh positivisme, melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis,
melahirkan pragmatisme. Baik sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya
kemanusiaan dapat menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan
pertumbuhan ekonomi.
Arti
umum dari pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things done.
Menjadikan sesuatu dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James
berpendapat bahwa kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi
manusialah yang menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is
true because it is useful. Karena kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering
dikritik sebagai filsafat yang mendukung bisnis dan politik.Amerika. Dengan
adanya pragmatisme tidak ada sosialisme di Amerika. (ada memang Partai Komunis
Amerika dan toko-toko buku Marxisme. Tetapi, baik sosialisme maupun komunisme
tidak pernah diperhitungkan dalam dunia politik). Kaum buruh Amerika juga
menjadi pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan. Hampir-hampir
tidak ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New Left
pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.
- Pembahasan
Jika yang akan dijelaskan sesuai apa
yang telah diberikan dalam perkuliahan, yaitu kita di imajinasikan berada
dilautan samudera, dan bagaimana cara kita sampai pada tujuan utama dengan
filsafat. Mencapai pemikiran filsuf-filsuf Yunani agar benar-benar memahami
arti sebuah kehidupan maka dengan berat hati saya mengatakan itu tidak perlu.
Kenapa? Karena Iman dan Ilmu yang ingin saya pelajari mengenai kehidupan bukan
berkiblat kepada mereka.
Siapa Socrates? Siapa Plato? Siapa
Aristoteles? Itu bukan acuan saya dalam menjalani hidup. Tindakan saya,
perilaku saya dalam kehidupan hanya berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad
SAW melaui Al-qur’an dan Haditsnya. Beliau adalah suri tauladan yang harus
dicontoh oleh setiap manusia. Perkataannya sesuai dengan perbuatan. Apa yang
dilakukan beliau adalah ibadah, setiap tarikan nafas-Nya adalah ibadah. Beliau
mengajarkan bagaimana semestinya menjadi pemimpin yang amanah dan manusia yang
bersahaja dalam kehidupan sehari-harinya.
Bagi
saya tidak perlu sampai pada pemikiran Socrates atau Plato dalam memahami
kehidupan, cukup sampai Nabi Muhammad SAW sebenar-benarnya kita dapat mengerti
kehidupan. Imam Ali-semoga Allah memuliakannya- pernah mengatakan,
“Rasulullah
adalah orang yang paling dermawan, paling lapang dada, paling jujur dalam
ucapan, paling konsisten ketika berjanji, paling lembut perangainya. Siapa yang
bergaul dengannya akan mencintainya, lantas hatinya akan mengatakan,
‘sebelumnya aku tidak pernah melihat orang seperti ini, begitu pula
setelahnya’. Dan apapun yang dimintakan kepadanya, diberinya.”
Imam
Musbikin (2007) dalam bukunya Rahasia
Shalat, menyatakan bahwa Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah
yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa, baik ditilik dari ukuran agama
maupun ruang lingkup duniawi. “Dialah
pangkal mulia, sumber bangga kita didunia. Dia tidur diatas tikar kasar. Sedang
ummatnya mengguncang tahta Kisra. Inilah pemimpin bermalam-malam terjaga.
Sedang umatnya tidur di ranjang raja-raja. Di Gua Hira’ ia bermalam. Sehingga
tegak bangsa, hokum, dan Negara. Kala shalat, pelupuknya tergenang air mata. Di
medang perang, pedangnya bersimpah darah. Dibukanya pintu dunia dengan kunci
agama. Duhai, belum pernah insan melahirkan putera semacam dia.”
Sebagaimana
dijelaskan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang Allah SWT berikan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dan Hadits adalah setiap
pebuatan dan perkataan beliau yang harus dilakukan oleh manusia.
Dengan berpegang
teguh pada Al-Qur’an dan Hadits, kita pasti akan berhasil dalam kehidupan dunia
maupun akhirat. Karena dalam Al-qur’an dan Hadits terdapat segala hal yang
diperlukan oleh manusia, baik itu ilmu pengetahuan maupun nilai-nilai
kehidupan.
- Penutup
Dalam
dunia nyata, kepribadian dan tingkah laku adalah dasar-dasar yang dijadikan
acuan dalam hidup bermasyarakat. Masyarakat menilai kita dari moral dan spiritualnya,
bukan dari pemikirannya saja. Tindakan nyata saat ini jauh lebih berharga
daripada kata-kata. Masyarakat telah bosan dengan retorika, mereka membutuhkan
bukti kongkrit. Jika kita terus berpikir, kapan mau geraknya?
Mempelajari
filsafat memang tidak ada salahnya, justru memperluas pandangan kita tentang
kehidupan, namun jika dikaitkan dengan mempelajari filsafat Yunani atau lainya
relasi dengan kehidupan nyata kita apa? toh saat ini setiap individu telah
berpegang teguh terhadap suatu pemahaman atau ajaran masing-masing. Berfilsafat
sesaui zaman kuno (Pra Socrates atau zaman keemasan) menurut saya terlalu jauh.
Ilmu telah jauh berkembang, kebudayaan manusia pun telah maju pesat tidak
seperti zaman mereka lagi. Nilai-nilai kehidupan telah berubah. Tidak semua
pemikiran filsuf-filsuf besar Yunani benar bagi kita.
Yang
perlu kita pelajari adalah filsafat Agama, karena dengan iman kita dapat
terhindar dari hal-hal yang kurang baik, dan akan selalu melakukan sesuatu
sesuai perintah Allah SWT. Karena Firman
Allah adalah kewajiban yang harus kita laksanakan dan bersifat tetap.
Manusia
boleh memikirkan apapun, karena itu adalah hak tetapi dalam hidup di dunia
nyata perbuatanlah yang menentukan keberhasilan manusia. Manusia dengan
berpikiran baik jika tidak dijalankan dengan perbuatan hasilnya percuma, hanya
mengajarkan suatu kemunafikan.
Bergeraklah,
lakukanlah sesuatu yang bermanfaat, jangan hanya hidup dalam dunia ide-ide atau
gagasan. Hidup itu untuk dijalani, bukan dipikir, jika salah segera perbaiki,
dan jikabenar tetaplah hati-hati karena kebenaran yang mutlak hanya milik Allah
SWT.
Tulisan saya
bukan mencerminkan anti-filsafat, tetapi saya memandang kehidupan ini dari
dunia nyata, dimana melakukan suatu tindakan nyata jauh lebih penting daripada
kitanhidup dalam pemikiran, dalam ide-ide atau gagasan tanpa ada tindak
nyatanya.
Hal
inilah yang menjadikan dasar kenapa BUKAN Socrates atau Plato atau Aristoteles
ataupun Immanuel Kant yang menjadi orang yang paling berpengaruh di dunia,
melainkan Nabi Muhammad SAW lah yang MENJADI orang yang paling berpengaruh di dunia,
karena selama hidupnya beliau salalu amanah dimana perbuatannya sesuai
perkataannya.
Berperilakulah
seperti Nabi Muhammad dan Berpikirlah seperti Nabi Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar