Wawancara
Pewawancara : Obi Ichwan Herdayanto (12703251001)
Narasumber : Erik Setiawan (12703251012)
Pertanyaan:
1. Filsafat
merupakan olah pikir, dan berpikir adalah bagian dari kegiatan kita
sehari-hari. Pertanyaannya adalah kenapa terkadang kita malas berpikir?
Jawaban:
Karena terkadang saat berpikir kita mendapatkan jawaban yang kontradiktif
dengan kenyataan, yaitu antara yang ada dan mungkin ada. Setiap satu
pertanyaan/permasalahan dapat menjadi pertanyaan/permasalahan lainnya (tidak
menemukan jawaban yang konkrit) kecuali kepada Allah SWT.
Tanggapan
saya: kenapa bisa malas berpikir, menurut saya hal itu terjadi karena
ketidakpercayaan terhadap diri sendiri, orang-orang seperti itu lebih memilih
untuk mencari jawaban dari orang lain, terbiasa meminta saran dan pendapat
orang lain sehingga menyebabkan tidak percaya terhadap hasil pemikiran sendiri
yang kemudian membuat malas berpikir (mencari jawaban sendiri).
2. Menurut
anda mana yang lebih baik, berpikir kritis atau berpikir realistis?
Jawaban:
kedua pola pikir tersebut sama pentingnya, tergantung tempat dan waktu. Berpikir
kritis dapat kita gunakan untuk memperdalam ilmu pengetahuan atau kabar berita,
sedangkan berpikir realistis dapatkita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tanggapan
saya: saya setuju dengan pendapat anda, karena kedua pola sama pentingnya,
tergantung ruang dan waktu. Tidak semua hal kita dapatkritisi,dan tidak semua
hal dapat kita terima begitu saja. Misalnya kita harus kritis terhadap
perkembangan perubahan jaman, namun kita tidak boleh mengkritisi suatu ajaran
keagamaan, karena nilai-nilai yang terkandung dalam Agama itu bersifat mutlak,
artinya kita harus meyakininya tanpa mencari kebenaran dari suatu kebenaran
agama.
3. Setelah
mempelajari ilmu filsafat, apa yang anda rasakan? Apakah ada perbedaan dalam
aplikasi di kehidupan sehari-hari.
Jawaban:
setelah mempelajari filsafat saya menjadi lebih berpikir kritis pada setiap keadaan
di sekeliling. Tidak menerima kabar
berita atau ilmu pengetahuan apa adanya, tetapi lebih mendalami terlebih dahulu
dan menjadikan saya lebih memaknai kehidupan ini.
Tanggapan
saya: saya setuju dengan anda, karena setelah mempelajari ilmu filsafat ini
saya lebih mendalami lagi segala hal manusiawi yang saya hadapi, selain itu
membuka wawasan saya tentang beberapa pandangan-pandangan orang lain dalam
menghadapi suatu kenyataan.
4. Banyak
pandangan filsuf yang berbeda dengan pemikiran kita, bagaimana anda
menyikapinya, apakah anda tidak terpengaruh atau mengikuti pandangan mereka?
Jawaban:
pendapat para filsuf itu terbatas ruang dan waktu. Maka sebenar-benarnya filsuf
adalah diriku sendiri, dan saya sependapat dengan filsuf yang sesuai dengan
kehidupan saya.
Tanggapan
saya: saya setuju bahwa tidak semua hasil pemikiran filsuf itu harus kita
percayai, kita harus selektif dalam menerima pandangan orang lain, karena
kebenaran orang lain bisa saja bukan menjadi kebenaran untuk kita.
5. Sebagai
makhluk sosial kita tidak boleh memaksakan kehendak diri dalam bermasyarakat,
dalam artian memaksakan pemikiran kita untuk orang lain. Menurut anda bagaimana
cara yang baik dalam menyampaikan pemikiran kita tetapi tidak sampai menggurui?
Jawaban:
dalam berpendapat kita sekedar menyampaikan bukan memaksakan. Jadi kita cukup
menyampaikan kebenaran dan kebenaran yang ada dan yang menurut kita benar
setelah kita teliti kebenarannya tanpa harus memaksakan kepada orang lain untuk
mengikuti.
Tanggapan
saya: menurut saya jika kita hanya menyampaikan kebenaran itu tidak cukup. Yang
perlu kita lakukan dalam hidup bermasyarakat adalah memberi contoh nyata dari pemikiran
kita. Kebaikan/kebenaran yang dilakukan dengan perbuatan biasanya lebih efektif
dan mudah diterima oleh masyarakat.
6. Guru
adalah salah satu profesi yang sangat mulia, yang salah satu tujuannya adalah
mencerdaskan bangsa. Menurut anda apa definisi cerdas itu sendiri?
Jawaban:
definisi cerdas adalah menuasai IQ, EQ, dan SQ dalam dirinya. Cerdastidak hanya
mengutamakan kepintaran melainkan mencakup sifat tingkah perilaku. Seorang yang
cerdas dapat memanfaatkan semua potensi dalam dirinya. Pandai menentukan pada
setiap situasi.
Tanggapan
saya: saya setuju dengan pemikiran anda, karena cerdas itu harus bisa mengintegralkan
atau menyeimbangkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan
(action) atau IQ, EQ, dan SQ.
7. Dalam
hidup itu kita harus seimbang, seimbang dalam olah pikiran, olah hati, dan olah
tindakan. Apa pendapat anda tentang hal tersebut?
Jawaban:
tidak semua yang ada di dalam hati (perasaan) dapat kita pikirkan, tidak semua
hal yang ada dalam pikiran dapat kita tulis, dan tidak semua yang kita tulis
dapat kita kerjakan. Maka untuk mendapatkan kesimbangan dari olah hati,
pikiran, dan perasaan, kita harus memaksimalkan tindakan sebanyak yang kita
pikirkan dan memaksimalkan pikiran berdasarkan apa yang kita rasakan dari hati.
Dan yang paling penting adalah membenarkan hati agar bersih, karena semua hal
berawal dari hati.
Tanggapan
saya: menyeimbangkan hati, pikiran, dan tindakan bukan merupakan hal yang
mudah, apalagi kita sebagai manusia memiliki hawa nafsu yang terkadang
bertindak diluar apa yang kita sadari. Saya setuju jika semuanya harus
dilakukan mulai dari hati, karena hati yang bersih akan menjauhkan kita dari
pikiran-pikiran yang kotor, dan tidak melakukan apa yang tidak di kehendaki
oleh hati dan pikiran.
Dalam
Hadits dijelaskan bahwa iman seseorang tidak akan lurus sebelum hatinya lurus. Artinya
semua hal kembali kepada hati.
8. Apabila
ada yang mengatakan bahwa seimbang atau sama rata itu adil, bagaimana pendapat
anda?
Jawaban:
seimbang atau sama rata bukan adil, tetapi adil itu ketika semua pihak mencapai
kata “cukup” dan tak ada yang merasa dirugikan. Karena seimbang/sama rata belum
tentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak, ada yang kelebihan dari
ketentuan da nada yang kekurangan dari kebutuhannya.
9. Jika
dikatakan bahwa manusia itu tidak akan pernah bisa adil, lalu bagaimana cara
anda memberi keadilan?
Jawaban:
manusia tidak ada yang adil dan tidak ada yang sempurna. Jika dikatakan
sempurna dalam persen, maka sempurna itu 100%. Jika manusia tidak ada yang
sempurna berarti titik kesempurnaan tertinggi manusia itu selalu dibawah 100%. Seandainya
titik tertinggi kesempurnaan manusia 70%, dapat dikatakan itu usaha manusia
tertinggi. Bila kita mencapai titik 70% bisa dikatakan kita manusia sempurna.
Begitujuga
dengan keadilan, tidak akan mencapai 100%. Seandaunya titik tertinggi keadilan
manusia 70%, maka itulah keadilan tertinggi manusia. Kita hanya bisa berusaha
untuk adil hingga 70% itu. Walaupun tidak akan ada pencapaian kata “puas atau
cukup”, setidaknya mendekati.
Tanggapan
saya: adil memang susah, bahkan Prof. Marsigit pun mengatakan bahwa manusia
tidak akan pernah bisa adil, jangankan adil untuk orang lain, adil untuk diri
sendiri pun kita tidak bisa.
Tetapi
jika adil atau sempurna manusia itu di persentasekan, saya kurang setuju. Karena
pesentase hanya berupa angka-angka yang tidak dapat mengukur keadaan sosial. Keadaan
sosial bersifat spekulatif dan relatif, tidak dapat diukur dengan angka.
10. Apa
saja yang anda yakini dalam kehidupan? Apakah anda pernah mencari kebenaran
dari apa yang telah anda yakini.
Jawaban:
yang saya yakini dalam kehidupan sesuai dengan 6 rukun Iman dan Islam, yaitu:
Allah, Malaikat-Nya, Rasul-Nya, Al-Qur’an, Ghaib, dan Qada dan Qadar.
Saya
tidak mencari melainkan mempelajari bukti yang sudah diakui kebenarannya.
Tanggapan
saya: saya sangat setuju jika kita sebagai muslim meyakini ke-6 rukun Iman dan
Islam tersebut. Kita tidak perlu lagi mencari kebenarannya, tinggal bagaimana
kita menjalaninya sesuai dengan perintah Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar