Selasa, 13 November 2012

hakekat berpikir dan keadilan


Wawancara

Pewawancara   : Obi Ichwan Herdayanto (12703251001)
Narasumber     : Erik Setiawan (12703251012)
Pertanyaan:
1.      Filsafat merupakan olah pikir, dan berpikir adalah bagian dari kegiatan kita sehari-hari. Pertanyaannya adalah kenapa terkadang kita malas berpikir?

Jawaban: Karena terkadang saat berpikir kita mendapatkan jawaban yang kontradiktif dengan kenyataan, yaitu antara yang ada dan mungkin ada. Setiap satu pertanyaan/permasalahan dapat menjadi pertanyaan/permasalahan lainnya (tidak menemukan jawaban yang konkrit) kecuali kepada Allah SWT.

Tanggapan saya: kenapa bisa malas berpikir, menurut saya hal itu terjadi karena ketidakpercayaan terhadap diri sendiri, orang-orang seperti itu lebih memilih untuk mencari jawaban dari orang lain, terbiasa meminta saran dan pendapat orang lain sehingga menyebabkan tidak percaya terhadap hasil pemikiran sendiri yang kemudian membuat malas berpikir (mencari jawaban sendiri).

2.      Menurut anda mana yang lebih baik, berpikir kritis atau berpikir realistis?

Jawaban: kedua pola pikir tersebut sama pentingnya, tergantung tempat dan waktu. Berpikir kritis dapat kita gunakan untuk memperdalam ilmu pengetahuan atau kabar berita, sedangkan berpikir realistis dapatkita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Tanggapan saya: saya setuju dengan pendapat anda, karena kedua pola sama pentingnya, tergantung ruang dan waktu. Tidak semua hal kita dapatkritisi,dan tidak semua hal dapat kita terima begitu saja. Misalnya kita harus kritis terhadap perkembangan perubahan jaman, namun kita tidak boleh mengkritisi suatu ajaran keagamaan, karena nilai-nilai yang terkandung dalam Agama itu bersifat mutlak, artinya kita harus meyakininya tanpa mencari kebenaran dari suatu kebenaran agama.

3.      Setelah mempelajari ilmu filsafat, apa yang anda rasakan? Apakah ada perbedaan dalam aplikasi di kehidupan sehari-hari.

Jawaban: setelah mempelajari filsafat saya menjadi lebih berpikir kritis pada setiap keadaan  di sekeliling. Tidak menerima kabar berita atau ilmu pengetahuan apa adanya, tetapi lebih mendalami terlebih dahulu dan menjadikan saya lebih memaknai kehidupan ini.

Tanggapan saya: saya setuju dengan anda, karena setelah mempelajari ilmu filsafat ini saya lebih mendalami lagi segala hal manusiawi yang saya hadapi, selain itu membuka wawasan saya tentang beberapa pandangan-pandangan orang lain dalam menghadapi suatu kenyataan.

4.      Banyak pandangan filsuf yang berbeda dengan pemikiran kita, bagaimana anda menyikapinya, apakah anda tidak terpengaruh atau mengikuti pandangan mereka?

Jawaban: pendapat para filsuf itu terbatas ruang dan waktu. Maka sebenar-benarnya filsuf adalah diriku sendiri, dan saya sependapat dengan filsuf yang sesuai dengan kehidupan saya.

Tanggapan saya: saya setuju bahwa tidak semua hasil pemikiran filsuf itu harus kita percayai, kita harus selektif dalam menerima pandangan orang lain, karena kebenaran orang lain bisa saja bukan menjadi kebenaran untuk kita.

5.      Sebagai makhluk sosial kita tidak boleh memaksakan kehendak diri dalam bermasyarakat, dalam artian memaksakan pemikiran kita untuk orang lain. Menurut anda bagaimana cara yang baik dalam menyampaikan pemikiran kita tetapi tidak sampai menggurui?

Jawaban: dalam berpendapat kita sekedar menyampaikan bukan memaksakan. Jadi kita cukup menyampaikan kebenaran dan kebenaran yang ada dan yang menurut kita benar setelah kita teliti kebenarannya tanpa harus memaksakan kepada orang lain untuk mengikuti.

Tanggapan saya: menurut saya jika kita hanya menyampaikan kebenaran itu tidak cukup. Yang perlu kita lakukan dalam hidup bermasyarakat adalah memberi contoh nyata dari pemikiran kita. Kebaikan/kebenaran yang dilakukan dengan perbuatan biasanya lebih efektif dan mudah diterima oleh masyarakat.

6.      Guru adalah salah satu profesi yang sangat mulia, yang salah satu tujuannya adalah mencerdaskan bangsa. Menurut anda apa definisi cerdas itu sendiri?

Jawaban: definisi cerdas adalah menuasai IQ, EQ, dan SQ dalam dirinya. Cerdastidak hanya mengutamakan kepintaran melainkan mencakup sifat tingkah perilaku. Seorang yang cerdas dapat memanfaatkan semua potensi dalam dirinya. Pandai menentukan pada setiap situasi.

Tanggapan saya: saya setuju dengan pemikiran anda, karena cerdas itu harus bisa mengintegralkan atau menyeimbangkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action) atau IQ, EQ, dan SQ.

7.      Dalam hidup itu kita harus seimbang, seimbang dalam olah pikiran, olah hati, dan olah tindakan. Apa pendapat anda tentang hal tersebut?

Jawaban: tidak semua yang ada di dalam hati (perasaan) dapat kita pikirkan, tidak semua hal yang ada dalam pikiran dapat kita tulis, dan tidak semua yang kita tulis dapat kita kerjakan. Maka untuk mendapatkan kesimbangan dari olah hati, pikiran, dan perasaan, kita harus memaksimalkan tindakan sebanyak yang kita pikirkan dan memaksimalkan pikiran berdasarkan apa yang kita rasakan dari hati. Dan yang paling penting adalah membenarkan hati agar bersih, karena semua hal berawal dari hati.

Tanggapan saya: menyeimbangkan hati, pikiran, dan tindakan bukan merupakan hal yang mudah, apalagi kita sebagai manusia memiliki hawa nafsu yang terkadang bertindak diluar apa yang kita sadari. Saya setuju jika semuanya harus dilakukan mulai dari hati, karena hati yang bersih akan menjauhkan kita dari pikiran-pikiran yang kotor, dan tidak melakukan apa yang tidak di kehendaki oleh hati dan pikiran.
Dalam Hadits dijelaskan bahwa iman seseorang tidak akan lurus sebelum hatinya lurus. Artinya semua hal kembali kepada hati.

8.      Apabila ada yang mengatakan bahwa seimbang atau sama rata itu adil, bagaimana pendapat anda?

Jawaban: seimbang atau sama rata bukan adil, tetapi adil itu ketika semua pihak mencapai kata “cukup” dan tak ada yang merasa dirugikan. Karena seimbang/sama rata belum tentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak, ada yang kelebihan dari ketentuan da nada yang kekurangan dari kebutuhannya.

9.      Jika dikatakan bahwa manusia itu tidak akan pernah bisa adil, lalu bagaimana cara anda memberi keadilan?

Jawaban: manusia tidak ada yang adil dan tidak ada yang sempurna. Jika dikatakan sempurna dalam persen, maka sempurna itu 100%. Jika manusia tidak ada yang sempurna berarti titik kesempurnaan tertinggi manusia itu selalu dibawah 100%. Seandainya titik tertinggi kesempurnaan manusia 70%, dapat dikatakan itu usaha manusia tertinggi. Bila kita mencapai titik 70% bisa dikatakan kita manusia sempurna.
Begitujuga dengan keadilan, tidak akan mencapai 100%. Seandaunya titik tertinggi keadilan manusia 70%, maka itulah keadilan tertinggi manusia. Kita hanya bisa berusaha untuk adil hingga 70% itu. Walaupun tidak akan ada pencapaian kata “puas atau cukup”, setidaknya mendekati.

Tanggapan saya: adil memang susah, bahkan Prof. Marsigit pun mengatakan bahwa manusia tidak akan pernah bisa adil, jangankan adil untuk orang lain, adil untuk diri sendiri pun kita tidak bisa.
Tetapi jika adil atau sempurna manusia itu di persentasekan, saya kurang setuju. Karena pesentase hanya berupa angka-angka yang tidak dapat mengukur keadaan sosial. Keadaan sosial bersifat spekulatif dan relatif, tidak dapat diukur dengan angka.

10.  Apa saja yang anda yakini dalam kehidupan? Apakah anda pernah mencari kebenaran dari apa yang telah anda yakini.

Jawaban: yang saya yakini dalam kehidupan sesuai dengan 6 rukun Iman dan Islam, yaitu: Allah, Malaikat-Nya, Rasul-Nya, Al-Qur’an, Ghaib, dan Qada dan Qadar.
Saya tidak mencari melainkan mempelajari bukti yang sudah diakui kebenarannya.

Tanggapan saya: saya sangat setuju jika kita sebagai muslim meyakini ke-6 rukun Iman dan Islam tersebut. Kita tidak perlu lagi mencari kebenarannya, tinggal bagaimana kita menjalaninya sesuai dengan perintah Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar