Selasa, 27 November 2012

Primitif sampai Kapitalism


        Kata primitif sering digunakan untuk suatu kebudayaan atau masyarakat yang hidupnya masih tergantung alam ataupun tidak mengenal dunia luar. Adapun kata primitif ditujukan untuk seseorang yang tidak mempunyai kesopanan dalam perilakunya baik secara verbal maupun secara fisik. Contoh dari tindakan primitif misalnya suatu suku hidupnya bergantung pada alam meskipun dunia luar sudah mengalami modernisasi, ataupun seseorang yang mengucapkan kata-kata kasar kepada orang lain maka orang tersebut akan dianggap primitif.
            Bagi seorang primitif, ilmu merupakan “barang” yang aneh, karena ilmu di anggap di luar dirinya. Orang-orang yang hidup di zaman primitif lebih menggunakan mitos untuk dapat terus hidup.
         Mitos itu sendiri adalah suatu cerita rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional yang pada umumnya menceritakan terjadinya alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya, para makhluk supranatural, dan sebagainya. Mitos dapat timbul sebagai catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan, seperti fenomena alam atau sebagai suatu penjelasan tentang ritual. Mereka disebarkan untuk menyampaikan pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk model sifat-sifat tertentu, dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunitas.
            Ilmu pengetahuan mulai berkembang pada zaman Yunani kuno dimana para filsuf mulai menggunakan logika dalam berpendapat, salah satu tokoh yang sangat berpengaruh saat itu adalah Aristoteles. Filsafat semakin berkembang dan mencapai puncak keemasannya ketika zaman Plato. Setelah itu timbullah zaman kegelapan yaitu ketika ajaran agama yang dibawa oleh kaum-kaum gereja mengusai dunia. Terjai banyak peperangan, pembunuhan terhadap filsuf-filsuf yang bertentangan dengan gereja dan pembakaran terhadap karya-karya filsuf Yunani.
            Namun dalam zaman kegelapan muncullah filsafat Islam, dimana para tokoh-tokohnya masih mempertahankan sebagian dari karya-karya filsuf Yunani yang belum di hilangkan oleh kaum gereja. Ketika Islam berkuasa melalui kerajaan Ottoman, filsafat kembali berkembang pesat tanpa harus mengikuti aturan-aturan gereja, yang disebut dalam zaman modern.
            Pada zaman modern atau saat ini, kaum Kapitalism terus berusaha untuk membuat “dunia yang satu”, dunia yang sesuai dengan kepentingan-kepentingannya. Barbagai cara mereka lakukan untuk menguasai dunia, diantaranya melalui Teknologi, Ekonomi dan Politik.
            Menurut Prof. Marsigit, Obama adalah orang yang paling seksi di dunia. Dimana dia adalah simbol         dari Powernow/Kapitalism. Apapun yang dilakukannya pasti mengandung tujuan-tujuan tertentu yang berguna untuk kepentingan dirinya dan kaumnya.
            Ketika teknologi, ekonomi, dan politik yang dibawa oleh kaum Kapitalism masuk kedalam suatu negara maka sudah dipastikan negara tersebut akan menjadi penganut dari sistem Kapitalism. Efek dari penganut sistem Kapitalism adalah degradasinya nilai-nilai spiritual.
            Contonya Indonesia. Negara yang pada zaman Soekarno dikenal dengan “Macan Asia” yang berani mensejajarkan diri dengan Blok Barat maupun Blok Timur sekarang sudah menjadi penganut dari Kapitalism. Banyak budaya-budaya luhur kita yang mulai tergerus oleh budaya asing. Anak-anak sekarang lebih mengerti teknologi daripada jati diri bangsa, lebih menikmati permainan modern daripada permainan tradisional, dan orang tua lebih bangga jika anaknya menguasai bahasa Inggris daripada bahasa ibu.
            Pendidikan adalah salah satu cara yang dilakukan oleh kaum kapitalism dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan. Banyak mahasiswa-mahasiswa, dosen-dosen dan para ahli pendidikan diberikan beasiswa belajar di Amerika yang kemudian secara tidak langsung dapat mempengaruhi sistem pendidikan kita. Dan inilah yang sedang terjadi, dimana sejak era presiden Habibie pendidikan kita berbasis pada teknologi dan industri.
            Menurut saya, tidak apa jika pendidikan kita berbasis pada teknologi dan industri, asalkan tidak menghilangkan nilai-nilai agama dan budaya. Dimana nilai-nilai agama dan budaya tetap di prioritaskan dalam pelaksanaannya, khususnya pada tingkat sekolah dasar (SD) sampai tingkat atas (SMA). Yang terjadi saat ini adalah pendidikan berbasis teknologi dan industri di prioritaskan dengan mengambil jatah jam pelajaran yang mengandung nilai agama dan budaya.

Analitik a Priori dan Sintetik a Posteriori


            Cara berpikir manusia terbagi menjadi dua macam, yaitu: Analitik a Priori dan Sintetik a Posteriori. Analitik a Priori adalah cara berpikir yang dilakukan sebelum melihat atau mengalami, sedangkan Sintetik a Posteriori adalah cara berpikir yang dilakukan setelah melihat atau mengalami.
Kedua cara ini memiliki kelebihan dan kekurangannya, cara berpikir Analitik a Priori misalnya lebih mengandalkan pada kemampuan visualisasi seseorang dalam mengimajinasikan sesuatu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan logika tanpa harus merasakan atau mengalaminya terlebih dahulu. Cara berpikir ini dapat melatih kita dalam meningkatkan kemampuan kognitif dalam memandang suatu persoalan, namun kelemahannya yaitu apa yang dihasilkan tidak benar-benar valid karena tidak mengalami kejadian secara langsung.
Sedangkan Sintetik a Posteriori lebih mengandalkan pada pengalaman. Artinya apa yang dihasilkan merupakan apa yang dia rasakan (merasakan langsung kejadian tersebut). Kelemahannya yaitu kemampuan kognitifnya belum terasah secara maksimal, karena banyak kejadian jika orang yang berpikir seperti ini cenderung kurang bisa dalam memvisualisasikan apa yang dia rasakan kedalam bentuk tulisan.
Sejatinya kedua hal ini dapat diterapkan dalam hidup, asalkan manusianya mau untuk melakukan. Jika kedua cara berpikir ini disatukan maka akan menghasilkan output yang benar-benar bermanfaat bagi umat manusia. Logika dipadukan Pengalaman maka akan menghasilkan suatu realita nyata dalam kehidupan. Nilai yang dihasilkan merupakan ilmu (potensi) yang dapat menjadikan manusia lebih baik dalam menjalani kehidupannya.
Lalu, dimanakah filsafat itu berada? Jika dilihat dari definisi yang saya ambil dalam Wikipedia yang menyatakan bahwa “filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu”. Maka saya golongkan filsafat itu termasuk kedalam cara berpikir Analitik a Priori.
Dr. Marsigit mengatakan kita tidak perlu sampai mengalami semua kejadian dalam hidup untuk memahami kehidupan itu sendiri. Dicontohan dengan “takut tidaknya kita terhadap Singa”. Kita tidak perlu merasakan bagaimana rasanya menghadapi Singa, kita hanya perlu memvisualisasikan apa rasanya jika kita menghadapi Singa dengan pendekatan-pendekatan logika. Itulah filsafat. Namun jika ada orang yang secara nyata berani menghadapi Singa, maka orang tersebut secara filsafat merupakan orang terkuat.
Menurut saya apa yang kita lakukan dalam hidup adalah beribadah, artinya melakukan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala yang kita lakukan dalam hidup akan dicatat oleh malaikat guna dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa benar-tidaknya kehidupan kita ditentukan oleh perbuatan, tindakan nyata, bukan pemikiran. Dijelaskan dalam ajaran agama Islam bahwa: jika seseorang perkataanya (pemikiran) tidak sejalan dengan perbuatannya maka orang tersebut termasuk kedalam orang-orang yang munafik, dan tempat orang-orang munafik adalah neraka.
Sedangkan jika seseorang perbuatannya mencerminkan perkataan (pemikiran), maka orang tersebut termasuk kedalam golongan orang-orang yang amanah, dan tempat orang-orang yang amanah adalah surga.

Waktu


Waktu adalah salah satu karunia yang Allah berikan kepada manusia yang sangat bermanfaat. Waktu dapat menjadikan manusia sebagai hamba-Nya yang taat dan waktu dapat menjadikan manusia sebagai hamba-Nya yang kufur.
Sejatinya manusia dilahirkan secara “fitri” atau suci, semua manusia dilahirkan kedunia tanpa dosa yang mengiringinya, walaupun dilahirkan dari orangtua yang berprofesi sebagai penjahat sekalipun.
Allah SWT memberikan waktu (kesempatan) kepada kita untuk tumbuh dan berkembang sesuai apa yang kita inginkan. Namun dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara tentu ada larangan-larangan yang harus kita ikuti sebagai makhluk sosial. Misalnya dalam kehidupan beragama Allah SWT meminta kita untuk melaksanakan semua kewajiban dan menjauhi semua larangan-Nya. Sedangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya kita diatur oleh aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dilingkungan masyarakat.
Salah satu sifat penting waktu ialah tidak pernah kembali, pepatah mengatakan satu detik yang lalu adalah lama, karena tidak dapat kembali. Sedangkan satu tahun ataupun sepuluh tahun itu sebentar. Oleh sebab itu udah seharusnya kita menghargai waktu, karena jika lalai akan waktu akan menyebabkan penyesalan di kemudian hari.
Waktu erat kaitannya dengan bersyukur. Manusia yang bersyukur adalah manusia yang menghargai waktu. Sadar akan waktu dapat membuat kita selalu berusaha yang terbaik, tidak mensia-siakannya. Karena mensia-siakan waktu adalah bagian dari sifat setan.
Hal yang saya rasakan dalam mempelajari filsafat adalah saya dapat merasakan keagungan Allah SWT dan ciptaan-Nya dan bagaimana cara menghargai waktu. Filsafat membawa saya lebih mendalami lagi pemikiran-pemikiran pribadi, membandingkan dengan pemikiran orang lain dan menentukan formula terbaik untuk langkah sejauhnya.
Dunia ini sempit jika dibandingkan dengan pemikiran kita, yang saya alami sejauh ini adalah dimana pemikiran saya masih “liar diluar sana”. Tidak terfokus pada satu tujuan. Setelah mempelajari filsafat, pemikiran mentah yang ada pada diri dapat kita matangkan dengan cara berpikir lebih dalam lagi. Pemikiran lebih dalam menurut saya adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan hati. Mempertanyakan segala permasalahan kepada hati dan menjawab segala permasalahan dengan hati.
Diriwayatkan dari sahabat Anas, dari Nabi SAW, beliau menegaskan “Iman seorang hamba tak akan lurus sebelum hatinya lurus”. Dalam sebuah hadits disebutkan “ketahuilah, bahwa sesungguhnya dalam sebuah tubuh itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik, namun bila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati.”

Selasa, 13 November 2012

hakekat berpikir dan keadilan


Wawancara

Pewawancara   : Obi Ichwan Herdayanto (12703251001)
Narasumber     : Erik Setiawan (12703251012)
Pertanyaan:
1.      Filsafat merupakan olah pikir, dan berpikir adalah bagian dari kegiatan kita sehari-hari. Pertanyaannya adalah kenapa terkadang kita malas berpikir?

Jawaban: Karena terkadang saat berpikir kita mendapatkan jawaban yang kontradiktif dengan kenyataan, yaitu antara yang ada dan mungkin ada. Setiap satu pertanyaan/permasalahan dapat menjadi pertanyaan/permasalahan lainnya (tidak menemukan jawaban yang konkrit) kecuali kepada Allah SWT.

Tanggapan saya: kenapa bisa malas berpikir, menurut saya hal itu terjadi karena ketidakpercayaan terhadap diri sendiri, orang-orang seperti itu lebih memilih untuk mencari jawaban dari orang lain, terbiasa meminta saran dan pendapat orang lain sehingga menyebabkan tidak percaya terhadap hasil pemikiran sendiri yang kemudian membuat malas berpikir (mencari jawaban sendiri).

2.      Menurut anda mana yang lebih baik, berpikir kritis atau berpikir realistis?

Jawaban: kedua pola pikir tersebut sama pentingnya, tergantung tempat dan waktu. Berpikir kritis dapat kita gunakan untuk memperdalam ilmu pengetahuan atau kabar berita, sedangkan berpikir realistis dapatkita gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Tanggapan saya: saya setuju dengan pendapat anda, karena kedua pola sama pentingnya, tergantung ruang dan waktu. Tidak semua hal kita dapatkritisi,dan tidak semua hal dapat kita terima begitu saja. Misalnya kita harus kritis terhadap perkembangan perubahan jaman, namun kita tidak boleh mengkritisi suatu ajaran keagamaan, karena nilai-nilai yang terkandung dalam Agama itu bersifat mutlak, artinya kita harus meyakininya tanpa mencari kebenaran dari suatu kebenaran agama.

3.      Setelah mempelajari ilmu filsafat, apa yang anda rasakan? Apakah ada perbedaan dalam aplikasi di kehidupan sehari-hari.

Jawaban: setelah mempelajari filsafat saya menjadi lebih berpikir kritis pada setiap keadaan  di sekeliling. Tidak menerima kabar berita atau ilmu pengetahuan apa adanya, tetapi lebih mendalami terlebih dahulu dan menjadikan saya lebih memaknai kehidupan ini.

Tanggapan saya: saya setuju dengan anda, karena setelah mempelajari ilmu filsafat ini saya lebih mendalami lagi segala hal manusiawi yang saya hadapi, selain itu membuka wawasan saya tentang beberapa pandangan-pandangan orang lain dalam menghadapi suatu kenyataan.

4.      Banyak pandangan filsuf yang berbeda dengan pemikiran kita, bagaimana anda menyikapinya, apakah anda tidak terpengaruh atau mengikuti pandangan mereka?

Jawaban: pendapat para filsuf itu terbatas ruang dan waktu. Maka sebenar-benarnya filsuf adalah diriku sendiri, dan saya sependapat dengan filsuf yang sesuai dengan kehidupan saya.

Tanggapan saya: saya setuju bahwa tidak semua hasil pemikiran filsuf itu harus kita percayai, kita harus selektif dalam menerima pandangan orang lain, karena kebenaran orang lain bisa saja bukan menjadi kebenaran untuk kita.

5.      Sebagai makhluk sosial kita tidak boleh memaksakan kehendak diri dalam bermasyarakat, dalam artian memaksakan pemikiran kita untuk orang lain. Menurut anda bagaimana cara yang baik dalam menyampaikan pemikiran kita tetapi tidak sampai menggurui?

Jawaban: dalam berpendapat kita sekedar menyampaikan bukan memaksakan. Jadi kita cukup menyampaikan kebenaran dan kebenaran yang ada dan yang menurut kita benar setelah kita teliti kebenarannya tanpa harus memaksakan kepada orang lain untuk mengikuti.

Tanggapan saya: menurut saya jika kita hanya menyampaikan kebenaran itu tidak cukup. Yang perlu kita lakukan dalam hidup bermasyarakat adalah memberi contoh nyata dari pemikiran kita. Kebaikan/kebenaran yang dilakukan dengan perbuatan biasanya lebih efektif dan mudah diterima oleh masyarakat.

6.      Guru adalah salah satu profesi yang sangat mulia, yang salah satu tujuannya adalah mencerdaskan bangsa. Menurut anda apa definisi cerdas itu sendiri?

Jawaban: definisi cerdas adalah menuasai IQ, EQ, dan SQ dalam dirinya. Cerdastidak hanya mengutamakan kepintaran melainkan mencakup sifat tingkah perilaku. Seorang yang cerdas dapat memanfaatkan semua potensi dalam dirinya. Pandai menentukan pada setiap situasi.

Tanggapan saya: saya setuju dengan pemikiran anda, karena cerdas itu harus bisa mengintegralkan atau menyeimbangkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action) atau IQ, EQ, dan SQ.

7.      Dalam hidup itu kita harus seimbang, seimbang dalam olah pikiran, olah hati, dan olah tindakan. Apa pendapat anda tentang hal tersebut?

Jawaban: tidak semua yang ada di dalam hati (perasaan) dapat kita pikirkan, tidak semua hal yang ada dalam pikiran dapat kita tulis, dan tidak semua yang kita tulis dapat kita kerjakan. Maka untuk mendapatkan kesimbangan dari olah hati, pikiran, dan perasaan, kita harus memaksimalkan tindakan sebanyak yang kita pikirkan dan memaksimalkan pikiran berdasarkan apa yang kita rasakan dari hati. Dan yang paling penting adalah membenarkan hati agar bersih, karena semua hal berawal dari hati.

Tanggapan saya: menyeimbangkan hati, pikiran, dan tindakan bukan merupakan hal yang mudah, apalagi kita sebagai manusia memiliki hawa nafsu yang terkadang bertindak diluar apa yang kita sadari. Saya setuju jika semuanya harus dilakukan mulai dari hati, karena hati yang bersih akan menjauhkan kita dari pikiran-pikiran yang kotor, dan tidak melakukan apa yang tidak di kehendaki oleh hati dan pikiran.
Dalam Hadits dijelaskan bahwa iman seseorang tidak akan lurus sebelum hatinya lurus. Artinya semua hal kembali kepada hati.

8.      Apabila ada yang mengatakan bahwa seimbang atau sama rata itu adil, bagaimana pendapat anda?

Jawaban: seimbang atau sama rata bukan adil, tetapi adil itu ketika semua pihak mencapai kata “cukup” dan tak ada yang merasa dirugikan. Karena seimbang/sama rata belum tentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak, ada yang kelebihan dari ketentuan da nada yang kekurangan dari kebutuhannya.

9.      Jika dikatakan bahwa manusia itu tidak akan pernah bisa adil, lalu bagaimana cara anda memberi keadilan?

Jawaban: manusia tidak ada yang adil dan tidak ada yang sempurna. Jika dikatakan sempurna dalam persen, maka sempurna itu 100%. Jika manusia tidak ada yang sempurna berarti titik kesempurnaan tertinggi manusia itu selalu dibawah 100%. Seandainya titik tertinggi kesempurnaan manusia 70%, dapat dikatakan itu usaha manusia tertinggi. Bila kita mencapai titik 70% bisa dikatakan kita manusia sempurna.
Begitujuga dengan keadilan, tidak akan mencapai 100%. Seandaunya titik tertinggi keadilan manusia 70%, maka itulah keadilan tertinggi manusia. Kita hanya bisa berusaha untuk adil hingga 70% itu. Walaupun tidak akan ada pencapaian kata “puas atau cukup”, setidaknya mendekati.

Tanggapan saya: adil memang susah, bahkan Prof. Marsigit pun mengatakan bahwa manusia tidak akan pernah bisa adil, jangankan adil untuk orang lain, adil untuk diri sendiri pun kita tidak bisa.
Tetapi jika adil atau sempurna manusia itu di persentasekan, saya kurang setuju. Karena pesentase hanya berupa angka-angka yang tidak dapat mengukur keadaan sosial. Keadaan sosial bersifat spekulatif dan relatif, tidak dapat diukur dengan angka.

10.  Apa saja yang anda yakini dalam kehidupan? Apakah anda pernah mencari kebenaran dari apa yang telah anda yakini.

Jawaban: yang saya yakini dalam kehidupan sesuai dengan 6 rukun Iman dan Islam, yaitu: Allah, Malaikat-Nya, Rasul-Nya, Al-Qur’an, Ghaib, dan Qada dan Qadar.
Saya tidak mencari melainkan mempelajari bukti yang sudah diakui kebenarannya.

Tanggapan saya: saya sangat setuju jika kita sebagai muslim meyakini ke-6 rukun Iman dan Islam tersebut. Kita tidak perlu lagi mencari kebenarannya, tinggal bagaimana kita menjalaninya sesuai dengan perintah Allah SWT.

Filsafat dan perkembangannya


  1. Definisi Filsafat
Filsafat merupakan suatu olah pikir yang dilakukan oleh manusia. Filsafat juga berarti perjalanan menuju suatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Dr. Marsigit mengatakan “Ilmu pengetahuan itu bermula dari suatu pertanyaan”. Karena dari pertanyaan inilah kita memulai menyusun kerangka-kerangka berpikir untuk memecahkan suatu permasalahan.
Filsafat sendiri diambil dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri dari kata philia (persahabatan, cinta, dsb) dan sophia (kebijaksanaan). Sehingga arti harfiahnya adalah seseorang pecinta kebijaksanaan. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang memdalami ilmu filsafat disebut “Filsuf”.

  1. Sejarah Filsafat
Filsafat tumbuh dan berkembang kira-kira abad ke 7 S.M di Yunani. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada (Agama) lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Sejarah filsafat tebagi menjadi 5 zaman, yaitu zaman klasik, zaman keemasan, zaman pertengahan, zaman modern, dan zaman kontemporer.
Zaman klasik sering disebut sebagai zaman “Pra Sokrates”, adapun tokoh-tokohnya yaitu: Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, Xenophanes, Parminedes, Zeno, Herakleitos, Empedocles, Democritus, Anaxagoras.
Zaman keemasan adalah puncak dari berkembangkan ilmu filsafat, dimana tokohnya yaitu Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Zaman Abad Pertengahan sering disebut sebagai zaman “Skolastik” dimana tokohnya yaitu Thomas Aquino.
Zaman modern adalah zaman dimana pengaruh keagamaan mulai berkurang dalam perkembangan filsafat. Pada zaman ini para filsuf bebas mengungkapkan pemikirannya tanpa tekanan dari penganut suatu aliran agama. Tokoh-tokoh pada zaman ini adalah Giordano Bruno, Francis Bacon, Rene Descartes, George Berkeley, George Hegel, Immanuel Kant, Karl Marx, dll.
Zaman Kontemporer, beberapa tokohnya yaitu Jean Baudrillard, Michel Foucault, Martin Heidegger, Karl Popper, Bertrand Russell, Jean Paul Sartre, dll.
Menurut wilayah, filsafat terbagi menjadi: Filsafat Barat, Filsafat Timur, Filsafat Timur Tengah. Sementara menurut agama filsafat dibagi menjadi: Filsafat Islam, Filsafat Budha, Filsafat Hindu, dan Filsafat Kristen.

  1. Filsafat berdasarkan Wilayah.
  1. Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

  1. Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama.
Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

  1. Filsafat Timur Tengah
Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafah mereka.
Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa.
Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes.

  1. Filsafat Berdasarkan Agama.
  1. Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.

  1. Filsafat Kristen
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya.
Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.

  1. Filsafat Hindu
            Filsafat (zaman kuno) di India (”anviski” atau ”darsana” = sistem) itu sedikit berlainan artinya dibandingkan filsafat Barat modern. Lebih menyerupai ”ngelmu” daripada ”ilmu”, lebih mendekati arti kata phisolophia yang semula, lebih merupakan jaran hidup yang bertujuan memaparkan bagaimana orang dapat mencapai kebahagiaan yang kekal. Berbeda dengan sikap orang Yunani (yang pada umumnya dapat dikatakan: obyektif, rasional teknis) maka sikap orang India lebih subyektif, lebih mementingkan perasaan, penuh dengan rasa kesatuan dengan alam dunia yang mengelilinginya dan dengan hati terbuka bagi Realitas Ajaib yang mengatasi segala-galanya dan yang harus dihormati dengan korban-korban dan upacara-upacara. Perhatian terhadap manusia juga lain: tidaklah manusia dipandang sebagai terikat oleh dunia kebndaan dari mana ia harus membebaskan diri untuk mencapai kebahagiaan. Alam pikiran India boleh dikatakan: ”magis religius” dan dalam suasana ini filsafat berkembang, tidaklah sebagai suatu ilmu tersendiri melainkan sebagai suatu faktor penting dalam usaha pembebasan diri (liberation) itu.
            Suatu hal lain yang juga sangat penting ialah: bahwa pendapat-pendapat religius itu telah lama ditulis. (Weda), buku-buku mana selalu merupakan pangkalan dan dasar daripada renungan-renungan yang berupa tafsiran-tafsiran dan keterangan-keterangan.
            Jadi buku ini dan tafsiran-tafsirannya sebetulnya merupakan uraian kegamaan, tetapi dalam uraian-uraian itu terdapat unsur-unsur filsafat (tentang sifat-sifat) singkatnya: ”insight” yang sungguh-sungguh membawa manusia ke pembebasan.
            Maka sifat-sifat khusus yang membedakan filsafat India dari filsafat Yunani adalah sebagai berikut:
1.             Suasana dan bakat orang India yang berlainan dengan bakat orang Yunani (seperti misalnya ternyata dalam bahasa mereka).
2.             Seluruh pengetahuan dan filsafat diabdikan kepada usaha-usaha pembebasan dan penebusan itu.
3.             Berpangkal pada buku-buku kuno (Weda) yang kekuasaanyan tidak dapat diganggu-gugat, hanya dapat ditafsirkan dan diterangkan lebih lanjut.
4.             Perumusan-perumusan umumnya kurang tajam, tidak tegas membeda-bedakan antara misalnya: sifat-sifat diri: konkrit-abstrak, hidup-tidak hidup, kesatuan persamaan, sebab-alasan. Hal ini mengakibatkan seluruh filsafat India mendapatkan sifat samar yang mempersulit pemecahan besar. Karena pengaruh maha-besar dari tulisan-tulisan kuno itu, maka sistem-sistem filsafat sering sukar juga untuk mengikuti jalan pikiran dan mencapai sintesis.
5.             Berkaitan dengan perrnyataan di atas terlihat juga kekuatan asimilasi yang sangat besar, hingga unsur-unsur yang bertentangan satu sama lain dimasukkan dalam satu sistem: ”syncretisme”.
6.             Dalam semua sistem ditemukan sejumlah pengertian yang tidak timbul dari pandangan filsafat, melainkan yang merupakan warisan dari zaman kuno dan yang memegang peranan penting dalam semua sistem-sistem itu (kecuali dalam carvaka), misalnya: karena dengan kelahiran kembali, mukti, Samsara, Atman dan Brahmana. Demikian pula prinsip-prinsip etika (menguasai diri, hormat terhadap hidup, dan sebagainya).
Inilah yang memberikan corak kesatuan kepada semua aliran-aliran dan sistem-sistem walaupun berbeda-beda satu sama lain.

  1. Filsafat Budha
Yang menjadi pusat perhatian dalam filsafat Tionghoa (Chu tzu, atau: Hsuan-Huseh, atau:tao-hseh) yaitu kelakuan manusia, sikapnya terhadap dunia yang mengelilinginya dan sesama manusianya.
            Filsafat Barat menanyakan hubungan sebab-akibat, mencari mengapa dan bagaimana obyek yang diselidiki secara obyektif. Berlainan dengan filsafat Tionghoa: bagi filsuf-filsuf Tionghoa manusia dan dunia merupakan satu kesatuan, satu ”kosmos”, kesatuan yang mana tidak boleh diganggu oleh perbuatan-perbuatan manusia yang tidak selayaknya. Hanya jika tata dan kesatuan yang ada itu tetap terpelihara, semua akan selamat. Maka yang ditinjau oleh filsuf-filsuf Tionghoa ialah: bagaimanakah sikap orang terhadap dunia, terhadap sesama manusia dan terhadap ”Surga” agar manusia tetap dalam hubungan yang harmonis dalam dunia, manusia dan ”Surga”. Itulah yang mereka lebih titik beratkan ”What man is (= his moral qualities) daripada ”What he has (= his intellectual capacities). Pengetahuan tidaklah dikejar ”asal mengetahui saja” melainkan untuk diterapkan pada kelakuan manusia. Cita-cita mereka tidak lain menjadi ”the inner Sage” artinya orang yang telah membentuk kebajikan dalam dirinya sendiri yang ”bijaksana” betul-betul maka yang dititik beratkan ialah:
Ø  Etika, bukanlah Logika atau Metafisika.
Ø  Sistem-sistem filasafat dalam arti normal hampir-hampir tidak ada, akan tetapi ini tidak berarti bahwa de facto tidak ada sistem-sistem dalam arti ”organic unity of ideas” (seperti halnya pada Socrates dan juga Plato).
Ø  Walaupun terlihat dalam filsafat Tionghoa hampir tidak ada kemajuan dan perkembangan akan tetapi para ”penafsir” juga mengemukakan buah-buah pikirannya sendiri, yang sejak dahulu masih terkandung dalam sistem-sistem lama berupa ”benih”, lama kelamaan menjadi lebih terlihat.

  1. Aliran-Aliran Dalam Filsafat
  1. Rasionalisme
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).  Dalam bukuDiscourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis.  Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”.  Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”.  Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya.  Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir (= menyadari) maka aku ada.  Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi.  Mengapa kebenaran itu pasti?  Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah”, “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.  Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan (res extensa, “extention”) atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu).  Pikiran sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.  Materi adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya, sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin otomat jaman sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki kecerdasan buatan).

  1. Empirisme
Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan.  Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama.  Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, “aku” tidak lain hanyalah “a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)”.

  1. Idealisme
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.

  1. Kritisme
Aliran kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini.  Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.  Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita.  Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia.  Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (“das Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”.  Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia.  Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita.  Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.   

  1. Realisme
Realisme merupakan aliran kesusastraan (dan seni pada umumnya) yang melukiskan keadaan atau kenyataan secara sesungguhnya. Para tokoh aliran ini berpendapat bahwa tujuan seni adalah untuk menggambarkan kehidupan dengan kejujuran yang sempurna dan objektif. Oleh karena itu, realisme menuntut penggambaran yang teliti, seperti cermin yang memantulkan realitas objektif di depan audiens, penikmat, dan pembaca.
HB Jassin pernah menjelaskan bahwa dalam realisme digambarkan keadaan seperti yang sebenarnya, seperti yang dilihat oleh mata.

Realisme muncul pada abad ke-18, tetapi baru berkembang pada seabad kemudian dan awal abad ke-20. Gustave Flaubert (1821-1889) dianggap sebagai tokoh realisme terbesar dari Prancis. Oleh karena itu, kaum realis mengiyakan pendapatnya bahwa roman itu harus seperti ilmu hayat.

  1. Pragmatisme
Abad ke-19 menghasilkan tokoh-tokoh pemikir, di antaranya ialah Karl Marx (1818-1883) di kontinen Eropa dan William James (1842-1910) di kontinen Amerika. Kedua pemikir itu mengklaim telah menemukan kebenaran. Marx, yang terpengaruh positivisme, melahirkan sosialisme dan James, seorang relativis, melahirkan pragmatisme. Baik sosialisme maupun pragmatisme dimaksudkan supaya kemanusiaan dapat menghadapi masalah besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi.
Arti umum dari pragmatisme ialah kegunaan, kepraktisan, getting things done. Menjadikan sesuatu dapat dikerjakan adalah kriteria bagi kebenaran. James berpendapat bahwa kebenaran itu tidak terletak di luar dirinya, tetapi manusialah yang menciptakan kebenaran. It is useful because it is true, it is true because it is useful. Karena kriteria kebenaran itulah, pragmatisme sering dikritik sebagai filsafat yang mendukung bisnis dan politik.Amerika. Dengan adanya pragmatisme tidak ada sosialisme di Amerika. (ada memang Partai Komunis Amerika dan toko-toko buku Marxisme. Tetapi, baik sosialisme maupun komunisme tidak pernah diperhitungkan dalam dunia politik). Kaum buruh Amerika juga menjadi pendukung kapitalisme karena mereka ikut berkepentingan. Hampir-hampir tidak ada ada kritik terhadap kapitalisme, kecuali dari gerakan The New Left pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.

  1. Pembahasan
            Jika yang akan dijelaskan sesuai apa yang telah diberikan dalam perkuliahan, yaitu kita di imajinasikan berada dilautan samudera, dan bagaimana cara kita sampai pada tujuan utama dengan filsafat. Mencapai pemikiran filsuf-filsuf Yunani agar benar-benar memahami arti sebuah kehidupan maka dengan berat hati saya mengatakan itu tidak perlu. Kenapa? Karena Iman dan Ilmu yang ingin saya pelajari mengenai kehidupan bukan berkiblat kepada mereka.
            Siapa Socrates? Siapa Plato? Siapa Aristoteles? Itu bukan acuan saya dalam menjalani hidup. Tindakan saya, perilaku saya dalam kehidupan hanya berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad SAW melaui Al-qur’an dan Haditsnya. Beliau adalah suri tauladan yang harus dicontoh oleh setiap manusia. Perkataannya sesuai dengan perbuatan. Apa yang dilakukan beliau adalah ibadah, setiap tarikan nafas-Nya adalah ibadah. Beliau mengajarkan bagaimana semestinya menjadi pemimpin yang amanah dan manusia yang bersahaja dalam kehidupan sehari-harinya.
Bagi saya tidak perlu sampai pada pemikiran Socrates atau Plato dalam memahami kehidupan, cukup sampai Nabi Muhammad SAW sebenar-benarnya kita dapat mengerti kehidupan. Imam Ali-semoga Allah memuliakannya- pernah mengatakan,
“Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, paling lapang dada, paling jujur dalam ucapan, paling konsisten ketika berjanji, paling lembut perangainya. Siapa yang bergaul dengannya akan mencintainya, lantas hatinya akan mengatakan, ‘sebelumnya aku tidak pernah melihat orang seperti ini, begitu pula setelahnya’. Dan apapun yang dimintakan kepadanya, diberinya.”
Imam Musbikin (2007) dalam bukunya Rahasia Shalat, menyatakan bahwa Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa, baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi. “Dialah pangkal mulia, sumber bangga kita didunia. Dia tidur diatas tikar kasar. Sedang ummatnya mengguncang tahta Kisra. Inilah pemimpin bermalam-malam terjaga. Sedang umatnya tidur di ranjang raja-raja. Di Gua Hira’ ia bermalam. Sehingga tegak bangsa, hokum, dan Negara. Kala shalat, pelupuknya tergenang air mata. Di medang perang, pedangnya bersimpah darah. Dibukanya pintu dunia dengan kunci agama. Duhai, belum pernah insan melahirkan putera semacam dia.”
Sebagaimana dijelaskan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang Allah SWT berikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dan Hadits adalah setiap pebuatan dan perkataan beliau yang harus dilakukan oleh manusia.
Dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits, kita pasti akan berhasil dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Karena dalam Al-qur’an dan Hadits terdapat segala hal yang diperlukan oleh manusia, baik itu ilmu pengetahuan maupun nilai-nilai kehidupan.

  1. Penutup
Dalam dunia nyata, kepribadian dan tingkah laku adalah dasar-dasar yang dijadikan acuan dalam hidup bermasyarakat. Masyarakat menilai kita dari moral dan spiritualnya, bukan dari pemikirannya saja. Tindakan nyata saat ini jauh lebih berharga daripada kata-kata. Masyarakat telah bosan dengan retorika, mereka membutuhkan bukti kongkrit. Jika kita terus berpikir, kapan mau geraknya?
Mempelajari filsafat memang tidak ada salahnya, justru memperluas pandangan kita tentang kehidupan, namun jika dikaitkan dengan mempelajari filsafat Yunani atau lainya relasi dengan kehidupan nyata kita apa? toh saat ini setiap individu telah berpegang teguh terhadap suatu pemahaman atau ajaran masing-masing. Berfilsafat sesaui zaman kuno (Pra Socrates atau zaman keemasan) menurut saya terlalu jauh. Ilmu telah jauh berkembang, kebudayaan manusia pun telah maju pesat tidak seperti zaman mereka lagi. Nilai-nilai kehidupan telah berubah. Tidak semua pemikiran filsuf-filsuf besar Yunani benar bagi kita.
Yang perlu kita pelajari adalah filsafat Agama, karena dengan iman kita dapat terhindar dari hal-hal yang kurang baik, dan akan selalu melakukan sesuatu sesuai perintah Allah SWT.  Karena Firman Allah adalah kewajiban yang harus kita laksanakan dan bersifat tetap.
Manusia boleh memikirkan apapun, karena itu adalah hak tetapi dalam hidup di dunia nyata perbuatanlah yang menentukan keberhasilan manusia. Manusia dengan berpikiran baik jika tidak dijalankan dengan perbuatan hasilnya percuma, hanya mengajarkan suatu kemunafikan.
Bergeraklah, lakukanlah sesuatu yang bermanfaat, jangan hanya hidup dalam dunia ide-ide atau gagasan. Hidup itu untuk dijalani, bukan dipikir, jika salah segera perbaiki, dan jikabenar tetaplah hati-hati karena kebenaran yang mutlak hanya milik Allah SWT.
Tulisan saya bukan mencerminkan anti-filsafat, tetapi saya memandang kehidupan ini dari dunia nyata, dimana melakukan suatu tindakan nyata jauh lebih penting daripada kitanhidup dalam pemikiran, dalam ide-ide atau gagasan tanpa ada tindak nyatanya.
Hal inilah yang menjadikan dasar kenapa BUKAN Socrates atau Plato atau Aristoteles ataupun Immanuel Kant yang menjadi orang yang paling berpengaruh di dunia, melainkan Nabi Muhammad SAW lah yang MENJADI orang yang paling berpengaruh di dunia, karena selama hidupnya beliau salalu amanah dimana perbuatannya sesuai perkataannya.
Berperilakulah seperti Nabi Muhammad dan Berpikirlah seperti Nabi Muhammad.