Oleh: Obi Ichwan Herdayanto
Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen: Prof. Dr. Marsigit, MA
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai seorang manusia, kita
terlahir dengan karakteristiknya masing-masing. Ada yang secara alamiah
diturunkan dari orang tuanya dan ada yang berkembang sesuai dengan
lingkuangannya. Karakter yang diturunkan dari kedua orang tua biasanya
merupakan basic atau dasar dari
karakter kita. Sedangkan karakter yang kita peroleh dari luar (dipengaruhi
lingkungan) biasanya menjadi suatu kepribadian yang terus berkembang.
Karakter itu sendiri adalah adalah
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Karakter/ kepribadian dapat menjadi kunci sukses seseorang dalam menjalani
hidup.
Bagi seorang muslim, kunci untuk
mempunyai karakter/kepribadian yang baik ada dua unsur, yaitu iman dan
kekuatan. Jika hanya beriman tanpa kekuatan, maka ia akan menjadi pribadi yang
lemah. Sedangkan jika hanya memiliki kekuatan tanpa iman maka ia hanya akan
mengikuti hawa nafsunya saja dalam menjalani hidup. Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang berakal adalah orang
yang menguasai nafsunya serta beramal untuk
kehidupannya setelah mati. Sementara
orang yang lemah adalah orang yang
jiwanya mengikuti hawa nafsu lantas kepada Allah menaruh impian dan angan-angan”.
Hasyim (2007) mengatakan bahwa iman
adalah sumber kekuatan. Seseorang yang beriman tidak bersandar kepada siapapun
kecuali Tuhan-Nya. Kekuatan itu tak berasal dari mana pun selain dari Nya.
Manakala seorang manusia bertawakal kepada Allah, maka cukup Dia yang menjadi
wakilnya. Allah SWT menerangkan “barang
siapa bertawakal kepada Allah, maka Dia akan mencukupinya”.
Kekuatan iman seseorang dapat
dilihat dari bagaimana dia mencintai Allah serta Rasul-Nya, karena seseorang
yang mencintai Allah dan Rasul-Nya maka secara tidak langsung dia akan
mencintai segala ciptaan-Nya juga. Berdasarkan iman itulah dia membangun
hubungan yang baik dengan ciptaan-Nya sesuai apa yang diajarkan dalam agamanya.
Kekuatan iman dapat juga menjadikan
seseorang menjadi pribadi yang konsisten, artinya dia tidak akan mudah tergoyah
oleh kerasnya kehidupan. Baik dalam keadaan senang, sedih, diberi kesulitan
maupun diberi kemudahan, dia tidak akan tergoyah (selalu konsisten).
Diera modern seperti, dimana
pengaruh budaya luar masuk secara bebas, kekuatan iman merupakan benteng
terbaik bagi kita untuk tidak terus terbawa didalamnya. Era modern memang tidak
semuanya buruk, ada banyak hal yang memiliki kebermanfaatan yang dapat kita
ambil. Misalnya internet, bermanfaat jika kita menggunakannya sesuai ajaran
agama, tetapi akan menjadi berbahaya jika kita menggunakannya untuk kepentingan
hawa nafsu. Sifat kontradiktif selalu ada dalam kehidupan manusia, oleh sebab
itu kekuatan iman sangatlah penting bagi kita untuk dapat memilah dan memilih
mana yang terbaik untuk diri kita.
Budaya yang saat ini berkembang
adalah budaya yang dibawa oleh kaum-kaum kapitalsm. Dimana kebutuhan hedonism menjadi tujuan utama dari
kebutuhan manusia itu sendiri. Investasi, teknologi, ekonomi, dan politik
dijadikan senjata oleh kaum kapitalism dalam mempengaruhi jati diri suatu
bangsa. Banyak bangsa yang sedang berkembang masuk dalam perangkapnya, termasuk
Indonesia. Dimana nilai-nilai spiritual di negara ini telah tergusur oleh
kepentingan-kepentingan kaum kapitalsm. Contohnya Pesantren, yang notabene
merupakan tempat menuntut ilmu agama, kini dikonotasikan sebagai sarang
teroris.
Jika ini terus berkembang, apalagi
saat ini pengaruh kaum kapitalism telah masuk dalam dunia pendidikan, maka
tidak lama lagi negara ini akan hancur menjadi negara tidak bermoral dan
spiritual. Oleh sebab itu kita semua harus introspeksi diri dan kembali kepada
ajaran agama.
Introspeksi yang dilakukan dari hati
yang tulus, iman yang kuat, serta akidah sesuai ajaran agama dapat membuat ketenangan
diri (jiwa). Bagi seorang muslim, shalat adalah bagian dari cara kita
mendapatkan ketenangan jiwa. Jiwa yang tenang akan memberikan kejelasan dalam
hidup. Hasyim (2007) menjelaskan bahwa “Dengan ketenangan itu tumbuhlah
keberanian dan ketegaran. Ketenangan itu pula yang membersihkan perilaku,
sehingga menjadi lebih bijaksana, damai, teliti, serta jeli dalam berbagai hal.
Ketenangan jiwa juga bisa menjadikan pemikiran yang berimbang, adil, serta
matang”.
Adapun sumber ketenangan itu adalah
Al-Qur’an, seperti hadits yang diriwatkan oleh Muslim:
“Suatu kaum yang berkumpul dirumah
dari beberapa rumah Allah, lantas mereka
membaca kitab Allah serta mempelajarinya, maka tak pelak lagi, ketenangan akan diturunkan kepada mereka.
Merekapun akan dilingkupi rahmat,
serta dijaga para malaikat. Allah pun akan senantiasa mengingat mereka”
BAB II
ISI
Menjadi seorang pribadi yang baik,
yang sesuai dengan ajaran agama bukanlah perkara yang mudah. Banyak godaan dan
cobaan yang datang silih berganti. Oleh sebab itu diperlukan dasar-dasar
kepribadian/karakter yang kuat dari seseorang agar dapat menjalani kehidupan
itu sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Adapaun dasar-dasar tersebut akan
saya jelaskan berikut.
- AKIDAH
Secara etimologi akidah berasal dari
kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam
(penguatan), at-tawatstsuq (menjadi
kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah
(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan)
dan al-itsbaatu (penetapan). Di
antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin
(keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
Sedangkan menurut terminologi akidah
adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang
yang menyakininya. Dengan kata lain, seseorang yang telah memiliki keimanan
yang teguh maka dia tidak akan pernah meragukan apa-apa yang telah di
yakininya.
Akidah erat kaitannya dengan agama,
karena dari agamalah keimanan seseorang itu tumbuh dan berkembang. Pada
dasarnya semua manusia terlahir dalam keadaan yang suci, Allah SWT menegaskan:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia. Tidak ada perubahan fitrah kepada Allah. Itulah agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak
menyakininya”.
Perubahan manusia dalam menjalani
kehidupan sangatlah dinamis, seseorang dapat merubah sifat baik menjadi sifat
buruk hanya dalam hitungan detik. Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan
tersebut, salah satu diantaranya adalah godaan syaitan. Syaitan merupakan salah
satu makhluk ciptaan Allah, namun karena sifatnya yang iri kepada manusia dan
menolak untuk taat kepada Allah maka syaitan bersumpah akan menjerumuskan
manusia agar masuk kedalam golongannya.
Syaitan dalam usahanya menjerumuskan
manusia terkadang menggunakan tipu-tipu atau kenikmatan dunia agar manusia lupa
kepada kewajibannya sebagai makhluk Allah. Adapun dalam Al-qur’an dijelaskan
bahwa:
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi
tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan
(dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan
yang indah-indah untuk menipu
(manusia)”. (Al-An’am: 112).
Manusia sudah saatnya sadar bahwa
apa yang kita cari dalam dunia ini bukanlah semata-mata urusan dunia saja,
melainkan ada urusan akhirat pula yang perlu kita lakukan. Oleh sebab itu
diperlukan akidah yang benar, yang dilakukan sesuai dengan ajaran-Nya. Arti
akidah yang benar itu sendiri adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, ketentuan dan takdir.
Fenomena yang sedang berkembang saat
ini adalah dimana banyak orang-orang yang mengaku beragama tetapi tidak
menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai makhluk beragama. Misalnya yang
terjadi di negara kita sendiri, banyak orang-orang yang “melek” dalam agama
tetapi masih melakukan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Bahkan dalam
sebuah survey dikatakan bahwa kementrian terkorup adalah kementrian agama.
Celakalah negeri ini, dimana orang-orang yang dipercaya mengurusi agama malah
melakukan KKN.
Negara ini seperti telah kehilangan
arah, seperti sudah tidak percaya satu sama lain. Seperti yang dikatakan oleh
Bang Karni, “jika legislatif, yudikatif, dan eksekutifnya sudah korup, lalu
siapa lagi yang harus kita (masyarakat) percayai”.
Akan tetapi,
sebagai masyarakat yang peduli terhadap nasib bangsa, kita tidak boleh menyerah
kepada hal-hal yang tidak baik. Kita harus tetap optimis untuk generasi yang
akan datang.
Dengan besarnya pengaruh globalisasi
yang telah masuk kesegala system negeri ini, baik melalui system pendidikan,
perdagangan, budaya, teknologi, bahkan sampai agama, maka sudah saatnya kita
kembali kepada akidah yang benar. Pendidikan kita harus kembali kepada jati
diri bangsa, yang bertujuan untuk menjadikan manusia Indonesia yang cerdas dan
beragama.
Dunia pendidikan saat ini memang
berkembang pesat, namun perkembangan itu hanya meliputi bagian kecerdasannya
saja tetapi tidak dibarengi dengan pendidikan moral dan agama. Banyak siswa
maupun mahasiswa kita yang berprestasi di tingkat internasional, tetapi siswa
dan mahasiswa kita yang moralnya hancur itu jauh lebih banyak. Misalnya ketika
anak usia sekolah dasar sudah mulai merokok, usia sekolah tingkat pertama sudah
melakukan tawuran pelajar, usia sekolah tingkat atas sudah melakukan seks
bebas, dan usia mahasiswa sudah sangat bebas tidak terkontrol baik dalam
perilaku seks bebas maupun narkoba.
Kita memang tidak bisa menyalahkan
salah satu pihak saja, kesalahan yang terjadi pada perkembangan moral dan
mental seorang anak adalah tanggungjawab kita semua. Setiap orang dewasa
semestinya bertanggungjawab atas perkembangan anak-anak disekitarnya. Orang
dewasa harusnya menjadi suri tauladan
bagi anak-anak disekitarnya, bukan menjadi contoh yang tidak baik untuk mereka.
Oleh sebab itu, pendidikan di
Indonesia harusnya mampu mengedepankan perkembangan moral dan spiritual sebelum
perkembangan kognitifnya. Perkembangan kognitif yang lebih cepat daripada moral
maupun spiritual dapat menyebabkan seorang anak/siswa menjadi apatis (kurang
peduli dengan lingkungan sekitar), dan menjadi pribadi yang kurang peka dengan
keadaan-keadaan sosial. Hal ini disebabkan karena setiap anak/siswa telah
dibebani berbagai macam kegiatan pelajaran yang menyebabkan kurangnya waktu
untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Apalah arti cerdas jika tidak
dibarengi dengan moral dan spiritual. Padahal dengan berpegang teguh kepada
agama kita mampu menghindari dari perilaku-perilaku yang tidak baik. Albert
Einstein pernah mengatakan “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh” Ada
dua entry point disini pertama tentang pentingnya agama untuk melambari ilmu
pengetahuan dan yang kedua perlunya ilmu dalam pengamalan agama.
- BERILMU
Islam menjelaskan bahwa ilmu dapat
membukakan jalan kebenaran dan kebajikan, menerangi jalan-jalan kehidupan,
sehingga ia bisa melewatinya dibawah petunjuk, penuh ajaran-ajaran kedamaian
(Hasyim, 2007:32).
Dengan kedudukan ilmu yang begitu
penting, bahkan ayat-ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw adalah
perintah untuk mencari ilmu. Allah SWT berfirman:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
telah menciptakan. Yaitu yang menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajarkan dengan pena.
Yaitu mengajari manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Selain itu,
jalan ke surga pun terbentang karena sebuah ilmu, dalam hadits disebutkan,
“Barangsiapa yang menempuh
perjalanan untutk mencar ilmu, maka Allah memudahkan
baginya jalan ke surga. Dan suatu kaum yang berkumpul di sebuah rumah dari rumah-rumah Allah, lantas
mereka membaca kitab Allah serta
mempelajarinya, maka para malaikat akan melingkupi mereka, ketenangan pun turun kepada mereka,
mereka dilindungi rahmat-Nya, dan Allah
menyebut mereka di hadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya”.
Dari hadits
tersebut dapat kita artikan bahwa ilmu yang dipelajari dan disertai agama akan
membawa kita kedalam suatu ketenangan. Ilmu dapat membuat kita lebih percaya
diri, menjauhkan kita dari tipu daya syaitan.
Pada dasarnya
semua ilmu berasal dari Allah SWT, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.”
(Al-Baqarah: 32). Dalam islam cara mencari ilmu terbagi menjadi dua macam,
yaitu wahbiy dan kasbiy. Wahbiy adalah
ilmu yang didapat tanpa melalui tahapan belajar dan kasbiy adalah ilmu yang didapat melalui usaha belajar.
a.
Ilmu
Wahbiy
Wahbiy terdari dari dua macam, yaitu
ilmu syari’at dan ma’rifat. Ilmu syari’at adalah yaitu
ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para
Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri'), baik yang langsung dari
Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril. Jadi semua wahyu
yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam As hingga Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman: "Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi
Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."
(Al-Kahfi: 65). Ilmu syari'at ini sifatnya kebenarannya mutlak, wajib
dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf (baligh dan mukallaf) sampai
datang ajal kematiannya.
Sedangkan ilmu ma’rifat adalah ilmu
tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham / terbukanya tabir
ghaib) atau ru'ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang
mukmin dan shalih.
Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan
dikenal dengan julukan "ilmu laduni" di kalangan ahli tasawuf. Sifat
ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari'at
yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur'an maupun kitab-kitab hadits.
Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.
b.
Ilmu
Kasbiy
Adapun bagian kedua yaitu ilmu Allah
yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan kasb (usaha) seperti dari
hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya.
Ilmu inilah yang secara umum kita
pelajari atau bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu alam,
sosial, matematika, dan lain-lain. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh
usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Dari kedua ilmu yang telah
dijelaskan diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa semua ilmu pada
dasarnya berasal dari Allah SWT, hanya cara mendapatkannya saja yang berbeda
tergantung bagaimana ikhtiar kita.
Jika Allah menghendaki, tanpa
belajar pun seseorang dapat berilmu. Dan jika Allah tidak menghendaki, sekuat
apapun usaha manusia belajar maka ia tidak akan mendapatkan ilmu. Itulah yang harus
kita sadari, jangan karena telah memiliki banyak ilmu kita lupa akan hakekat
manusia sebagai makhluk Allah.
- IBADAH
Ibadah merupakan salah dasar
kepribadian seseorang, karena dengan beribadah seseorang dapat memupuk
perilakunya sesuai dengan akidah. Beribadah adalah salah satu bentuk rasa
syukur kita kepada Tuhan. Bentuk kita mengingat Tuhan dan menjalankan semua
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Setiap agama memiliki cara yang
berbeda dalam beribadah, tetapi tujuannya sama saja, yaitu melaksanakan
kewajiban sebagai makhluk Tuhan. Beribadah dapat membuat perasaan menjadi
tenang dalam menjalani hidup, lebih percayai diri dalam menghadapi masalah, dan
tidak buru-buru dalam mengambil keputusan.
Manusia dalam hidup tidak akan
pernah terlepas dari permasalahan-permasalahan yang menyertainya. Tuhan
menciptakan segala sesuatu bagi manusia pasti ada kontradiksinya, seperti
baik-buruk, benar-salah, dan lain-lain. Kesemuanya itu tidak mungkin Tuhan
ciptakan tidak mengandung kebermanfaatan. Setiap ciptaan Tuhan memiliki manfaat
sendiri-sendiri, misalnya kebahagian menuntut kita untuk terus bersyukur kepada
Tuhan agar tidak menjadi kufur nikmat. Sedangkan kesusahan menuntut kita untuk
terus bersabar dan berusaha agar menjadikan hidupnya lebih baik lagi. Dalam
senang ataupun susah cobaan Tuhan tetap ada dan harus kita lewati sebaik
mungkin.
Ibadah adalah satu cara terbaik
dalam upaya menyelesaikan permasalahan hidup. Beribadah adalah upaya kita
menyerahkan diri kepada Tuhan, berpasrah diri setelah berusaha. Setiap usaha
yang kita lakukan terdapat faktor-faktor kehendak Tuhan yang tidak bisa kita
pungkiri, peribahasa mengatakan setiap keberhasilan manusia itu 99 persen
adalah hasil usaha dan 1 persennya adalah doa. Artinya ibadah itu penting bagi
kehidupan manusia, tanpa ibadah maka kita tidak akan mendapatkan keberhasilan.
Bagi seorang muslim, beribadah
terdapat dua hukum, yaitu ibadah wajib dan ibadah sunnah. Ibadah wajib adalah
ibadah yang jika dilakukan akan mendapat pahala dan jika tidak dilakukan akan
mendapatkan dosa. Sedangkan ibadah sunnah adalah ibadah yang jika dilakukan
mendapatkan pahala dan jika tidak dilakukan tidak apa-apa (tidak mendapat
dosa). Contoh ibadah wajib adalah shalat 5 waktu dan puasa di bulan ramadhan,
dan contoh ibadah wajib adalah shalat sunnah dan puasa senin-kamis.
Shalat bisa dikatakan ibadah seorang
muslim yang utama, karena perintah untuk melaksanakan shalat 5 waktu
“diturunkan” langsung oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW dalam peristiwa
Isra’ Mi’raj.
Shalat memiliki banyak keutamaan,
bagi seseorang yang melaksanakan shalat sungguh-sungguh maka akan merasakan
kebahagiaan yang sangat indah dan nikmatnya shalat tersebut. Sehingga tatkala
takbiratul ikhram (Allahu Akbar), maka saat itu mereka akan segera tenggelam dalam
keindahan dan kenikmatan tersebut. Akan mendapatkan kesejukan dan kedamaian
yang luar biasa muncul dalam lubuk hatinya (Imam Musbikin, 2007:27).
Kekayaan jiwa yang dimiliki karena
selalu beribadah kepada Allah merupakan kebahagiaan yang luar biasa. Orang yang
yang memiliki kekayaan jiwa maka dalam hidupnya dia tidak hanya akan mengejar
materi, keutamaan akhirat adalah prioritasnya. Dia tidak akan pernah merasa
kekurangan dalam materi, selalu mensyukuri apa yang dia punya karena orang yang
kaya jiwa akan ikhlas dengan apa yang ada ditangannya. Abu Hurairah
meriwayatkan dalam sebuah hadits Nabi.,
“Kekayaan
itu bukanlah yang banyak harta bendanya, malainkan kekayaan itu adalah kekayaan jiwa”.
Selain beribadah kepada Allah, kita
sebagai manusia harus mampu menjaga hubungan baik dengan sesama. Menjaga
hubungan baik merupakan kodrat kita sebagai makhluk sosial, yaitu mahluk yang
tidak dapat berdiri sendiri. Sehebat apapun seorang manusia, ia tetap akan
membutuhkan bantuan dari orang lain dalam menjalani hidupnya.
Namun dalam realita kita tidak boleh
berpangkutangan kepada orang lain, menggantungkan hidup kepada orang lain. Kita
harus tetap berusaha keras dalam memenuhi kehidupan kita sehari-hari.
Berhubungan dengan orang lain/ bersilaturahmi kita lakukan untuk mendapatkan
pengalaman-pengalaman baru, hal-hal baru yang dapat membuat hidup kita lebih
bervariatif.
Dalam pergaulan sehari-hari biasanya
terdapat aturan-aturan yang mengikat, baik berupa hukum atau norma atau adat
yang mengatur didalamnya. Kita tidak dapat seenaknya saja dalam pergaulan.
Beragamnya karakter individu dan beragamnya aturan yang ada harus bisa kita
sesuaikan dengan diri agar tidak terjadi suatu benturan yang dapat menyebabkan
keresahan dalam masyarakat.
Perbedaan pasti ada, tetapi jangan
sampai perbedaan itu menjadi penghalang bagi kita untuk melakukan silaturahmi.
Perbedaan hendaknya kita jadikan sebagai motivasi dalam pembentukan karakter
suatu lingkungan yang hangat dan penuh toleransi. Perbedaan memang memiliki
kesensitifan, yang jika tidak di jaga dapat menyebabkan konflik yang dapat
mengganggu hubungan antar manusia.
Toleransi antar ummat beragama
adalah salah satu bentuk toleransi yang saat ini masyarakat kita tumbuhkan.
Berbagai konflik yang sudah terjadi merupakan pelajaran yang sangat penting dan
berharga bagi kita dan generasi yang akan datang dalam melihat suatu
perselisihan antar umat beragama. Kita tidak boleh mudah terpancing oleh
provokasi-provokasi yang dilakukan oleh suatu oknum yang tidak ingin adanya
kerukunan antar umat beragama.
Agar tidak mudah terpancing oleh
provokasi-provokasi kita harus kembali berpegang teguh kepada ajaran agama
masing-masing, karena pada dasarnya setiap agama yang dibawa oleh Nabi dan
Rasul mengajarkan tentang kecintaan kita kepada Allah, para Nabi dan Rasul,
Malaikat, dan kecintaan kepada sesama makhluk Allah. Agama juga mengajarkan
tentang perdamaian, toleransi dan tanggung jawab kita sebagai khalifah di bumi.
- FILSAFATKU
Setelah membahas tiga (3) komponen
dasar yang harus di lakukan agar menjadi pribadi yang baik, yang sesuai dengan
hakekat manusia yaitu Aqidah, Ilmu dan Ibadah. Lalu dimana filsafat saya,
bagaimana pola pikir saya dalam menjalani kehidupan ini.
- Definisi Filsafat
Menurut Plato, filsafat adalah
pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan
Aristoteles mengatakan filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi
kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Immanuel Kant (1724-1804) menjelaskan filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang
didalamnya tercakup empat persoalan. (1) Apakah yang dapat kita kerjakan?
(jawabannya metafisika); (2) Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya
Etika); (3) Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama); (4) Apakah yang
dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi). Prof. Dr. Ismaun, mengatakan bahwa
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya
secara sungguh-sungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis,
universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang
hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati).
Menurut Prof. Dr. Marsigit, filsafat
yaitu berusaha untuk menerjemahkan dan diterjemahkan segala hal yang ada dan
yang mungkin ada. Apapun dapat kita pikirkan dan kita terjemahkan maupun
diterjemahkan, terkecuali Tuhan. Ilmu filsafat tidak dapat mengartikan Tuhan,
karena filsafat tidak dapat mencapai nilai-nilai spiriritual.
- Adalah “Nol”
Ketika mengawali perkuliahan
filsafat banyak sekali hal-hal yang dikemukakan Prof. Marsigit yang benar-benar
tidak pernah saya pikirkan sebelumnya, dan tidk yang sedikit yang bertentangan
dengan pemikiran saya selama ini. Misalnya ketika membahas mengenai
“dimensi-dimensi”. Ini merupakan hal baru yang saya ketahui dan sampai saat ini
masih membingungkan saya. Saya masih belum bisa memahami dimana letak perbedaan
dianatara dimensi formal, material dan normatif.
Pada awalnya saya mengalamibanyak
kesulitan dalam mempelajari filsafat yang dibawa oleh Prof. marsigit karena
banyaknya pemikiran-pemikiran yang beliau sampaikan bertentangan denga
pemikiran saya. Tetapi di pertengahan perkuliahan saya coba untuk “bersahabat”
dengan filsafat, saya mencoba untuk lebih membuka pola pemikiran saya dengan
tidak menghadirkan egoisitas pemikiran saya. Jika saya terus egois dan tidak
menerima pemikiran orang lain walaupun pemikiran itu tidak sesuai dengan
pemikiran saya maka saya tidak akan mendapatkan apapun setelah perkuliahan.
Persahabatan dengan filsafat mulai
saya rasakan berbagai manfaatnya, salah satunya adalah pola pikir saya lebih
mendalam, tidak hanya berdasarkan logika ataupun perasaan saja, melainkan
menggabungkan logika dengan perasaan dan didukung oleh berbagai pandangan pihak
kedua (orang lain atau sumber ilmu lainnya).
Oleh sebab itu saya lebih suka
menjadikan diri saya “nol” dalam menghadapi suatu permasalahan. “Nol” disini
bukan berarti saya tidak memiliki dasar apapun dalam menghadapi suatu
permasalahn, melainkan mencoba memulai dari awal, dari pikiran jernih, pikiran
yang belum terpengaruh oleh keadaan yang sedang dialami.
Filsafat yang ada selalu mengandung
kontradiktif-kontradiktifnya, yang biasa kita kenal dengan anti-filsafat.
Perbedaan ini banyak mengandung unsur kepentingan-kepentingan tertentu.
Misalnya ketika era gereja menguasai Eropa, yang disebut era kegelapan dalam
filsafat. Hal ini karena banyaknya filsuf-filsuf yang dibunuh ketika
pemikirannya bertentangan dengan gereja dan pembakaran atas karya-karyanya.
Kaum gereja menginginkan “dunia yang satu” dimana semua pemikiran-pemikiran,
kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan itu berjalan sesuai dengan keinginan mereka.
Ketika kaum-kaum gereja menguasai
Eropa pada khususnya, banyak diantara karya-karya filsuf yang diselamatkan oleh
kaum Muslim dan dibawanya ke daerah Timur Tengah. Dari sinilah awal mula
perkembangan filsafat berjalan kembali ditambah dengan runtuhnya kekuatan
gereja yang dikalahkan oleh kerajaan Ottoman Turki.
Perbedaan/kontradiktif akan selalu
ada mengiringi kehidupan kita, kita tidak dapat menghindarinya. Akan tetapi
kejadian-kejadian tadi harusnya membuka mata kita akan pentingnya suatu
toleransi. Toleransi adalah jalan terbaik menghadapi suatu perbedaan, toleransi
membawa kita kedalam kehidupan yang lebih beragam, saling menghormati dan
saling menghargai dengan tidak mementingkan kepentingan diri sendiri.
Perbedaan bukan hambatan bagi kita
untuk lebih maju, tetapi perbedaan sudah saatnya kita jadikan sebagai awal
untuk menjadikan hidup lebih baik. Jika dilihat dari hakekatnya, manusia itu
tidak ada yang sama, setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing, dengan
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh sebab itu toleransi harus kita
kedepankan dalam menjalani kehidupan ini.
- Manfaat
Mempelajari Filsafat Ilmu
Sesungguhnya seluruh ciptaan Allah
di semesta ini memiliki manfaatnya masing-masing. Tiada ciptaan Allah yang
tidak bermanfaat, termasuk mempelajari filsafat. Manfaat yang saya rasakan sendiri
setelah mempelajari filsafat adalah pola pikir saya menjadi lebih kritis dalam
menerima ilmu atau pengetahuan-pengetahuan baru. Saya menjadi tidak mudah
percaya dalam menerima informasi yang bersifat baru. Hal ini sangat berbeda
dengan yang saya lakukan sebelum mempelajari filsafat.
Sebelum mempelajari filsafat, saya
sangat mudah menerima dan mempercayai informasi-informasi yang bersifat baru,
dan terkadang saya berbangga dengan informasi baru yang saya dapatkan walaupun
belum diuji kebenarannya. Tetapi saat ini kebiasaan lama itu perlahan telah
berkurang, saat ini saya lebih suka membawa informasi-informasi baru yang saya
dapatkan kedalam pemikiran yang lebih mendalam, diuji dengan pemikiran kritis
saya apakah informasi tersebut bisa saya percayai atau tidak.
Selain itu hal yang saya rasakan
dalam mempelajari filsafat adalah saya dapat merasakan keagungan Allah SWT dan
ciptaan-Nya dan bagaimana cara menghargai waktu. Filsafat membawa saya lebih
mendalami lagi pemikiran-pemikiran pribadi, membandingkan dengan pemikiran
orang lain dan menentukan formula terbaik untuk langkah sejauhnya.
Dunia ini sempit jika dibandingkan
dengan pemikiran kita, yang saya alami sejauh ini adalah dimana pemikiran saya
masih “liar diluar sana”. Tidak terfokus pada satu tujuan. Setelah mempelajari
filsafat, pemikiran mentah yang ada pada diri dapat kita matangkan dengan cara
berpikir lebih dalam lagi. Pemikiran lebih dalam menurut saya adalah bagaimana
kita berkomunikasi dengan hati. Mempertanyakan segala permasalahan kepada hati
dan menjawab segala permasalahan dengan hati.
Diriwayatkan dari sahabat Anas, dari
Nabi SAW, beliau menegaskan “Iman seorang
hamba tak akan lurus sebelum hatinya lurus”. Dalam sebuah hadits disebutkan
“ketahuilah,
bahwa sesungguhnya dalam sebuah tubuh itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik, namun bila
ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh.
Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati.”
Oleh karena itu mempelajari ilmu itu
harus didasari oleh hati yang ikhlas, karena ilmu yang didapatkan atas dasar
hati yang ikhlas akan membawakan ketenangan dalam diri, kebahagian dalam
menjalani, dan kemudahan dalam berbagi.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas, yang membahas mengenai Aqidah, Ilmu, Ibadah, dan filsafat
maka kita dapat mengambil keterkaitan satu sama lain. Keempat aspek tersebut
menurut saya adalah faktor-faktor yang sangat penting dalam menjalani
kehidupan, faktor yang dapat menentukan sukses atau tidaknya kita dalam
menjalani kehidupan ini.
Aqidah
misalnya, merupakan suatu komponen dasar manusia dalam mencapai kebahagian baik
secara individu maupun bermasyarakat, orang yang mempunyai aqidah yang baik
maka ia dapat menjalankan kebutuhan diri sebaik mungkin, baik itu kebutuhan
ibadahnya kepada Allah SWT maupun kebutuhan bermasyarakat dengan lingkungan
sekitar.
Sedangkan
ilmu adalah bekal dalam bermasyarakat, ilmu merupakan pegangan dalam berargumen
maupun benteng dalam menerima sesuatu yang bersifat baru. Ilmu yang telah
didapat akan membuat seseorang menjadi lebih percaya diri, dan meninggikan
derajat kita dihadapan Allah SWT.
Adapun
Ibadah adalah bentuk rasa syukur kita kepada Allah SWT. Ibadah yang dijalankan
dengan ikhlas akan membawa kita kedalam ketenangan hati, dan terjauh dari godaan
syaitan.
Dan
filsafat adalah olah pikir kritis kita dalam menjalani hidup. Filsafat melatih
kita untuk berpikir lebih mendalam dalam menghadapi suatu permasalahan.
Filsafat berusaha untuk menerjemahkan dan diterjemahkan segala hal ada dan yang
mungkin ada. Oleh karena itu filsafat sangat penting dalam membangun maupun
mengembangkan suatu disiplin ilmu.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasyim,
Ahmad Umar. (2007). Menjadi Muslim Kaffah
Berdasarkan Al-Qur’an Dan Sunnah
Nabi SAW. Yogyakarta: MITRA PUSTAKA.
Musbikin,
Imam. (2007). Rahasia Shalat Bagi
Penyembuhan Fisik Dan Psikis. Yogyakarta:
MITRA PUSTAKA.